Karya Tulis,  Podjok Merenung

Sempurnaku yang Tidak Sempurna

Ketidaksempurnaan saat ini dapat menjadi sempurna di kemudian hari.”

“Kamu itu salah. Kamu itu tidak berguna. Kamu itu hanya merepotkan orang saja.” Begitulah isi pikiran yang muncul dalam benak saya ketika merasa bersalah ataupun dievaluasi oleh orang lain. Ketika berbuat salah, seakan-akan benak saya mengatakan bahwa saya adalah orang yang tidak kompeten dan dipandang buruk oleh orang lain. Kenapa, ya, bisa muncul pikiran seperti itu? Apakah saya benar-benar tidak berharga?

Rasa bersalah sendiri adalah emosi yang muncul karena adanya interaksi dengan orang lain, terutama saat melakukan kesalahan kepada orang tersebut (Psychology Today, n.d.). Rasa bersalah terjadi ketika seseorang merasa bertanggung jawab atas hasil buruk yang biasanya berdampak pada orang lain (Zeelenberg & Breugelmans, 2008, dalam Cryder et al., 2012) dan merasa tidak enak atas pelanggaran itu sendiri (Tagney, 1996, Tangney & Dearing, 2022, dalam Cryder et al., 2012). Selain itu, dalam penelitian Zhang et al. (2020), ditemukan bahwa rasa bersalah dapat terjadi karena adanya pertimpangan antara actual self (diri yang sebenarnya) dan ought self (diri yang seharusnya berdasarkan norma, kewajiban, dan tanggung jawab).

Melalui pengalaman pribadi, saya merasa seharusnya ketika bekerja, saya tidak melakukan kesalahan sebab saya takut akan kritikan dan pandangan buruk orang lain (ought self). Namun, pada kenyataannya, saya meluputkan hal-hal yang terkadang kecil ataupun besar dalam pekerjaan saya (actual self). Hal ini membuat saya merasa bersalah. Saya merasa bersalah sebab muncul pikiran bahwa saya merepotkan rekan kerja yang lain, merasa orang lain berpikiran buruk tentang diri saya, dan munculnya perasaan tidak berharga dalam diri.  

Mungkin banyak dari kita yang pernah mengalami seperti pengalaman saya di atas. Namun, apakah artinya kita benar-benar tidak berharga dan orang lain memandang buruk diri kita? Bisa jadi iya ataupun bisa jadi tidak. Semua ini hanya masalah mindset dan niat kita yang sesungguhnya. Seseorang pernah berkata kepada saya, apabila melakukan kesalahan yang terpenting adalah kita mempunyai niat untuk memperbaikinya dan meminta maaf kepada orang yang kita rasa repotkan. Setelah melakukan ini, apabila orang lain merasa kesal ataupun memandang buruk diri kita, itu merupakan emosi yang berhak mereka rasakan. Hal terpenting dalam menghadapi rasa bersalah adalah niatan baik dalam diri dan keinginan mau berubah menjadi lebih baik. 

Jadi, jangan tenggelam dalam rasa bersalah terlalu lama ataupun tenggelam dalam pandangan orang lain. Semua orang pernah membuat kesalahan dan rasa bersalah adalah hal yang wajar. Hal terpenting adalah bagaimana kita menjadikan rasa bersalah sebagai proses pembelajaran. Akhir kata, rasa bersalah bisa saja merupakan ketidaksempurnaan saat ini. Namun, ada saatnya kita merasakan ketidaksempurnaan saat ini dapat menjadi sempurna di kemudian hari.

 

Penulis
Verena Diandra Hermawan  (Asisten P2TKP Angkatan 2022)

Penyunting
1. Bernadeta Karisma Putri (Asisten P2TKP Angkatan 2022)
2. Ariolietha Joanna Kintanayu (Asisten P2TKP Angkatan 2023)
3. Putu Maharani Karuna Citra (Asisten P2TKP Angkatan 2021)
4. Maria Putri Dwi Astuti (Asisten P2TKP Angkatan 2023)


Daftar Acuan
Cryder, C. E., Springer, S., & Morewedge, C. K. (2012). Guilty feelings, targeted actions. Personality and Social Psychology Bulletin, 38(5), 607-618.

Psychology Today. (n.d.). Guilt. Retrieved 16 September, 2023, from https://www.psychologytoday.com/us/basics/guilt.

Zhang, X., Zeelenberg, M., Summerville, A., & Breugelmans, S. M. (2021). The role of self-discrepancies in distinguishing regret from guilt. Self and Identity, 20(3), 388-405.

Sumber Gambar
Moreno, R. (2016).  Bodega Bay Ocean. [Stock Image]. Unsplash. https://unsplash.com/photos/Lurw1nCIkLc.