Karya Tulis,  Sudut Berbagi,  Training

Seminar Memahami Anak Didik di Zaman Milenial

Pusat Pelayanan Tes dan Konsultasi Psikologi merupakan lembaga yang secara aktif memberikan pelayanan berupa tes, konseling, dan training. Pada hari Sabtu, 10 November 2018 P2TKP dipercayakan untuk melaksanakan seminar yang bertajuk “Memahami Anak Didik di Zaman Milenial”. Kegiatan ini disasarkan kepada para pendidik di SMK BOPKRI 2 Yogyakarta.
Seminar ini berfokus pada bagaimana memahami remaja masa kini dalam konteks sekolah yang dibawakan oleh Dr. M. L. Anantasari, M.Si., Dosen Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Bu Ananta, begitulah beliau memilih untuk disebut.
Bu Ananta memberikan gambaran kepada para guru mengenai karakteristik remaja masa kini dan diskusi mengenai adanya tantangan dalam lingkungan belajar yang muncul dari perilaku siswa yaitu Disruptive Behavior Classroom atau DCB.
Apa itu DCB?
DCB merupakan suatu perilaku di dalam kelas yang mengganggu guru atau siswa lain (Madeh, Bennour, dan Souissi, 2015). Contoh dari perilaku DCB, seperti tidak memerhatikan pelajaran, tidak menghormati hak orang lain, bersikap tidak sopan, menolak berpartisipasi, berbicara sendiri dan membuat keributan, atau meninggalkan tempat tanpa seizin guru (Sun & Shek, 2012).
Bagaimana perilaku itu muncul?
Perilaku tersebut dapat muncul dalam beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal yang berpengaruh. Faktor internal antara lain krisis identitas dalam diri remaja, lemahnya kendali diri, dsb. Selain itu faktor eksternal yang berdampak seperti faktor keluarga, teman sebaya, lingkungan pendidikan (gaya mengajar guru, pemahaman karakteristik anak didik, karakteristik dan kepribadian guru), serta lingkungan kelas dan iklim sekolah.
Dalam seminar ini juga sedikit dibahas mengenai rekomendasi penanganan terkait DCB. Penanganan ini dibagi menjadi dua yaitu upaya preventif dan kuratif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan melakukan pengenalan anak didik sebagai seorang remaja, membuat program yang menumbuhkembangkan siswa secara psikologis dan mental, menyediakan fasilitas yang memadai, dsb. Sedangkan yang termasuk dalam upaya kuratif seperti, melibatkan peran aktif orang tua dalam mengatasi permasalahan anak, memberdayakan dan membenahi situasi guru sebagai ujung tombak pendidikan, dsb.
Dengan adanya seminar ini, para guru diharapkan lebih dapat memahami karakteristik siswanya yang notabene adalah remaja. Pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai karakteristik generasi Z ini diharapkan mampu membuka cakrawala pendidik untuk semakin kreatif dalam menciptakan metode pengajaran supaya dapat menciptakan iklim yang kondusif dan menyenangkan bagi para siswa. Walaupun hal tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan terutama apabila menghadapi para siswa yang terlanjur tumbuh dengan DCB.
Dalam sebuah sesi tanya jawab, Bu Ananta berpesan bahwa:
Seorang anak perlu mendapatkan kepercayaan supaya ia mau berubah. Mungkin sebagai seorang guru, materi yang diajarkan bisa saja tidak diingat, tetapi KEBAIKAN sang pengajar justru yang selalu mereka ingat. Karena sesungguhnya, mereka yang kita anggap bermasalah ini adalah yang sebenarnya menjadi GURU KEHIDUPAN bagi kita untuk terus memberikan KASIH. Janganlah kita patah semangat apabila hasilnya nanti tidak sesuai dengan yang kita harapkan, hal itu bukanlah kegagalan bagi kita ketika dia gagal berubah. Kita pendidik disebut GAGAL bila kita TIDAK mengusahakan yang TERBAIK bagi anak didik kita.
Penulis : Bernadeta Restu Widhi Rosari
Editor : S.Margareth