Realisasi IQ dalam Proses dan Pencapaian Studi dengan Grit
“Kenapa dia belum lulus ya? Kok dia bisa memperoleh nilai yang buruk di kuliahnya? Padahal, dia dulu pintar loh pas SMA.”, kata seorang kawan. “Padahal temen sekelasku yang sama pintarnya, udah lulus dan cumlaude loh. Sekarang, dia justru jadi lulusan terbaik” balas kawan saya yang lain. Dalam perbincangan itu, saya hanya menjadi pendengar. Saya memikirkan jawaban dari pertanyaan mereka. Apakah ada faktor lainnya yang membuat seseorang sukses dalam studinya? Mungkin, Angela Lee Duckworth memiliki jawabannya.
Dalam studinya yang berjudul Grit: Perseverance and Passion for Long-Term Goals pada tahun 2007, Duckworth mengatakan suatu hal yang mengejutkan yaitu IQ memang menjadi prediktor dari keberhasilan studi, tetapi faktor lain lebih memprediksi keberhasilan. Faktor yang dimaksud ini adalah grit. Grit merupakan kegigihan dan hasrat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dengan grit, seseorang akan mampu menyusun strategi yang mengarah pada tujuannya, bangkit dari keterpurukan atau memiliki resiliensi, serta rela mengerahkan energi dan mengorbankan waktu untuk mencapai tujuannya.
Seorang yang memiliki grit akan menyusun berbagai macam cara untuk mencapai tujuannya. Hal ini dikarenakan seseorang dengan grit memiliki hasrat atau ketertarikan terhadap sesuatu. Ketertarikan itu akan membuat dirinya mengupayakan segala hal untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Contohnya, seorang yang memilih untuk berkuliah di jurusan Psikologi karena ketertarikannya akan mengupayakan berbagai macam cara untuk memperoleh ilmu di bidang Psikologi. Ia akan berusaha membaca buku-buku Psikologi, mendengarkan dan memahami ceramah dosen, serta mengerjakan tugas sebagai bentuk aplikasi ilmunya. Setelah lulus, ia akan mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Sebaliknya, seorang yang berkuliah di suatu jurusan karena tekanan dari luar akan cenderung “dihantui” oleh tekanan dalam proses perkuliahannya. Dampaknya, orang tersebut akan mempersepsikan stimulus berupa materi perkuliahan, tugas, dan buku-buku secara negatif. Pada akhirnya, ia akan cenderung menunda-nunda tugasnya yang kemudian menyebabkan performa kuliahnya menjadi buruk.
Grit juga membuat seseorang menjadi resilien terhadap kegagalan. Tidak dapat dipungkiri, setiap orang berpotensi mengalami kegagalan atau memperoleh suatu distraksi dalam proses studinya. Namun, seseorang dengan grit akan berusaha untuk bangkit kembali karena ia menganggap ketertarikannya merupakan hal yang penting. Ia akan berusaha gigih, konsisten, dan terarah pada tujuan tersebut. Duckworth (2007) mengungkapkan bahwa kontrol diri yang baik menjadi faktor yang membuat seorang dengan grit mampu mengalahkan tantangannya. Mereka berorientasi pada masalahnya, sehingga akan berusaha untuk mencari solusi. Mereka juga tidak ingin terlalu lama terpuruk pada kondisi kegagalan. Mereka mengetahui bahwa targetnya dapat terwujud jika mereka mampu bertahan dari berbagai kondisi dan bangkit dari keterpurukan.
Seorang dengan grit akan rela mengorbankan waktu dan energi untuk tujuan atau targetnya. Hal ini sama seperti kita yang akan menghabiskan uang untuk barang yang kita sukai. Grit membuat seseorang tidak “hitung-hitungan” untuk menginvestasikan waktu dan energi. Namun, bukan berarti grit membuat diri seseorang “boros” energi dan waktu. Kontrol diri serta perencanaan yang teratur dan sistematis akan membuat energi dan waktu terpakai secara efisien. Selain itu, kontrol diri berkaitan pula dengan pengenalan diri, sehingga seorang dengan grit akan mengenali dirinya dengan baik, termasuk mengenali kelebihan, kekurangan, potensi, dan ancaman dalam dirinya. Dengan begitu, ia tidak perlu memaksakan diri jika merasa tidak mampu.
Hal-hal yang sudah disebutkan diatas membuat seorang dengan grit akan memiliki upaya lebih dan hasil yang lebih dalam proses studinya. Ia tidak akan mudah menyerah terhadap umpan balik negatif dari dosen atas skripsinya, berusaha mencari tahu materi yang sedang dipelajari dari berbagai sumber, dan bangkit dari keterpurukan saat dirinya mendapat nilai D pada pre-test. Sekarang, pertanyaannya adalah bagaimana cara menumbuhkan grit?
Dalam ulasan Michelle McQuald tentang penelitian Duckworth (2007), terdapat empat cara yang disediakan untuk menumbuhkan grit. Pertama, kita perlu menemukan minat kita terlebih dahulu. Grit berkaitan dengan ketertarikan terhadap sesuatu, sehingga kita perlu menemukan apa yang kita minati. Kita dapat menanyakan kepada diri kita: Apa yang kita sukai saat ini? Apa yang saya suka lakukan untuk menghabiskan waktu? Jawaban atas pertanyaan ini tidak ditemukan dalam buku manapun, sehingga kita yang perlu menebaknya. Dalam menemukan sebuah minat, perlu ada trial and error dan kita perlu bersabar jika bukan itulah jawabannya. Kedua, latihan untuk melakukan hal-hal dengan lebih baik. Kita perlu menyediakan waktu dan ruang untuk berlatih. Investasikan waktu dan energi untuk mempelajari dan mengembangkan apa yang kita inginkan. Ketiga, buatlah suatu tujuan. Tujuan akan membuat proses pengembangan suatu minat menjadi terarah. Jika tidak, maka minat kita tidak ada artinya. Tujuan ini tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kepentingan orang lain. Jika tertarik pada bidang Psikologi, maka tujuan yang mungkin dirancang misalnya menjadi pelopor kesehatan mental di masyarakat melalui edukasi kreatif. Keempat, menumbuhkan harapan. Kita perlu mengingat bahwa kita mungkin saja gagal. Harapan ini membuat kita mampu berdiri 10 kali setelah gagal 9 kali. Harapan membuat dunia ini menjadi terang. Pad akhirnya, harapan akan membuat kita mengembangkan pola pikir dan menjadi lebih optimis.
Kita tidak bisa memungkiri bahwa IQ penting dalam keberhasilan studi. Namun, itu saja tidak cukup. Grit adalah sebuah energi bagi seseorang untuk berlari dan bangkit dalam proses studi yang penuh dengan tantangan. Grit membuat taraf kecerdasan seseorang menjadi nyata dalam proses dan pencapaian studinya.
Sumber :
Bashant, J. (2014). Developing Grit in Our Students: Why Grit Is Such a Desirable Trait, and Practical Strategies for Teachers and Schools. Journal for Leadership and Instruction, 13(2), 14-17.
Duckworth, A. L., Peterson, C., Matthews, M. D., & Kelly, D. R. (2007). Grit: perseverance and passion for long-term goals. Journal of Personality and Social Psychology, 92(6), 1087.
McQuald, M. (2016). Grit: The Power of Passion and Perseverance. https://www.psychologytoday.com/us/blog/functioning-flourishing/201607/grit-the-power-passion-and-perseverance
Sumber Gambar :
https://lutonmuslimjournal.com/wp-content/uploads/2021/02/gettyimages-803227220.jpg
Penulis : Yohanes Victorio Advendo
Penyunting : Klara Ardisa Prittadewi