Merdeka Melawan Trauma
Sebagai bangsa Indonesia, Agustus menjadi bulan yang istimewa dan penuh semangat perjuangan. Pada bulan ini, sejarah perjuangan terpenting bangsa Indonesia dirayakan. Apakah kita telah merdeka sepenuhnya? Bagaimana kita memaknai kemerdekaan? Apakah merdeka hanya sekedar ‘kata’ untuk suatu bangsa?
Kemerdekaan bangsa tidak menjamin bahwa seluruh rakyatnya telah merdeka dari berbagai aspek kehidupan (Frizona, 2017). Setiap individu pada dasarnya mendambakan kemerdekaan sebagai perwujudan hak asasi manusia, begitu pun untuk memperoleh kemerdekaan psikologis. Beban psikologis seperti tekanan hidup dan trauma seakan memenjarakan individu yang berhak mendapat kebebasan dalam hidupnya. Menurut psikolog Roslina Verauli, M Psi. Psi, jika setiap bangsa berhak atas kemerdekaan, hal ini berarti bahwa setiap individu berhak atas kebebasan dari ‘penjajahan masa lalu’. Perasaan rendah diri, iri hati, merasa diri paling tinggi, dan merendahkan bahkan menyalahkan orang lain merupakan penjajah yang seharusnya dilawan dan dihilangkan.
Hasil survei Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pada 2020 mengenai kesehatan mental terhadap 2.364 responden menunjukan bahwa sebanyak 77% responden masih terjebak dalam trauma psikologis karena masa lalunya (Winurini, 2020). Perspektif trauma secara psikologis diartikan sebagai sebuah peristiwa atau pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu dan harga diri, sehingga menimbulkan luka psikologis. Trauma psikologis adalah jiwa atau tingkah laku yang tidak normal akibat tekanan jiwa atau cedera jasmani karena mengalami kejadian yang sangat membekas yang tidak bisa dilupakan (Mardiyati, 2015).
Tidak dapat dipungkiri bahwa trauma masa kecil dan perasaan bersalah dapat menjadi bom waktu yang memengaruhi gaya hidup, pengambilan keputusan, dan pilihan masa depan generasi bangsa. Gejala yang umum dirasakan dari trauma adalah kewaspadaan tinggi, gangguan tidur, perasaan bersalah, gangguan daya ingat dan konsentrasi, hingga penghindaran aktivitas yang membangkitkan ingatan traumatik itu. Tidak sampai situ, gejala tersebut dapat berkepanjangan jika trauma tidak segera diatasi sehingga berakibat pada ketidakmampuan mengembangkan kemampuan coping yang efektif di masa dewasa. Ia akan tumbuh menjadi orang dewasa yang rentan terhadap masalah dan depresi serta menunjukkan gejala-gejala traumatis berkepanjangan karena kesulitan untuk melepaskan diri dan memaafkan diri dari belenggu masa lalu.
Setiap orang pasti menginginkan suatu kemerdekaan atas dirinya sendiri, baik itu merdeka dalam berpikir, merasakan emosi, maupun dalam berperilaku. Tentu tidak ada yang ingin terjebak dalam penjara trauma masa lalu seumur hidup, bukan? Berikut beberapa tips yang dapat dicoba untuk berdamai dengan trauma supaya kamu mampu menjadi manusia yang merdeka dari belenggu masa lalu.
- Belajar menerima trauma dan mulai lebih terbuka dengan bercerita.
Coba untuk akui kesalahan, memaafkan diri sendiri, dan menumbuhkan kembali rasa percaya diri. Bercerita pada orang yang mengalami kejadian serupa akan dapat lebih menguatkan diri karena kamu merasa tidak sendiri.
- Kembangkan diri dengan kegiatan produktif.
Melakukan kegiatan menyenangkan yang dapat mengalihkan pikiran untuk mengisi waktu luang dengan kegiatan positif sehingga pikiran kita terisi dengan hal-hal yang positif, misalnya mencoba memulai menanam tanaman, membuat kerajinan tangan, dan kegiatan kreatif lainnya
- Perhatikan dan jaga kesehatan dir
Memperhatikan kesehatan diri sendiri dengan merawat, perasaan dan pikiran kita supaya menyediakan energi positif bagi pikiran dan jiwa kita.
- Coba untuk hadapi dan memaafkan penyebab trauma.
Terkesan mudah namun memaafkan adalah bagian yang cukup vital dalam mengatasi trauma. Memaafkan bukan berarti melupakan. Mulailah untuk memaafkan penyebab yang membuat pengalaman mu begitu traumatis dan mengubah sudut pandang masalah.
- Berkonsultasi dengan tenaga ahli.
Jika trauma ini sudah sangat menganggu kehidupan sehari-hari, coba untuk mencari pertolongan ke tenaga professional (Smelser, 2016). Membicarakan dengan pendamping, konselor atau psikolog yang ahli dapat membantu masalah kesehatan pikiran dan jiwa seseorang supaya terbebas dari belenggu trauma.
Di bulan kemerdekaan ini, mari kita memaknai hari merdeka ini dengan terbebas dari trauma masa lalu. Jadilah manusia merdeka yang mampu berdamai dengan trauma serta memaafkan masa lalu. Sebab seperti ungkapan dari Michelle Rosenthall “Trauma creates change you DON’T choose. Healing is about creating change you DO choose.” Maka jika ada kemauan untuk berubah menjadi lebih baik, pasti akan ada jalan. Perubahan dimulai dari dirimu!
Selamat Hari Kemerdekaan RI ke-76, untuk kita semua yang mencintai Indonesia!
Daftar Pustaka
Frizona, V. (2017, 18 Agustus). HARI MERDEKA: Kata Psikolog tentang Kemerdekaan, Masyarakat Harus Terbebas dari Tekanan Sosial dan Trauma Masa Lalu. lifestyle.okezone.com. Diakses dari: https://lifestyle.okezone.com/read/2017/08/18/19/1758272/hari-merdeka-kata-psikolog-tentang-kemerdekaan-masyarakat-harus-terbebas-
Joseph, S., & Linley, P. A. (Eds.). (2017). Trauma, recovery, and growth: Positive psychological perspectives on posttraumatic stress. John Wiley & Sons.
Mardiyati, I. (2015). Dampak trauma kekerasan dalam rumah tangga terhadap perkembangan psikis anak. Jurnal Studi Gender dan Anak, I (2), 26-29.)
Smelser, N. J. (2016). Psychological trauma and cultural trauma. In Cultural trauma and collective identity (pp. 31-59). University of California Press.
UPBK. (2020), Trauma Masa Lalu. upbk.ac.id. Diakses dari: http://upbk.unp.ac.id/news/read/21/trauma-masa-lalu
Winurini, S. (2020). Permasalahan Kesehatan Mental Akibat Pandemi COVID-19. Info Singkat, 12(15), 13-18.
Sumber Gambar :
https://pixabay.com/id/photos/anak-wajah-gadis-kecil-muda-mata-3593655/
Penulis : Judith Vannessa Rahmadi
Penyunting : Putri Andina Barsellina