Karya Tulis,  Podjok Merenung

Melayani Bukan Tentang…

Melayani bukan tentang kuantitas.

Melayani bukan tentang perkataan.

Melayani bukan tentang tindakan yang dilakukan berdasarkan aturan tertentu.

Tetapi melayani adalah sebuah perlawanan idealisme.

Idealisme mengenai nilai-nilai individualitas yang harus dikurangi. Idealisme mengenai “ah, aku nggak mau kalau kaya gini,” atau “lha SOPnya kan begini, harusnya aku ngikutin SOP,” atau, “ya salah kliennya kemarin nggak dengerin apa yang aku omongin di telpon,” atau yang lebih parah lagi, “nggak, di SOP kaya gitu, nggak bisa aku ngasih klien kaya gini, nggak sesuai SOP.”

Melayani adalah sebuah penerimaan tanpa syarat.

Penerimaan yang bukan hanya sekadar, “selamat pagi, silahkan duduk”. Penerimaan bukan sekadar, ”ada yang bisa saya bantu?” namun sebuah penerimaan yang lebih besar. Penerimaan di mana bisa tersenyum tulus walaupun penampilan saat klien datang tak seperti standar pikiran kita. Penerimaan di mana ternyata hal-hal yang kita hindari ada di depan kita dengan nyata. Penerimaan di mana hati dan empati yang dibiarkan bekerja.

Melayani adalah sebuah ketulusan.

Ketulusan yang bukan hanya senyum rutinitas.

Ketulusan yang bukan hanya perbincangan namun tak melihat mata.

Ketulusan yang bukan hanya sebuah kewajiban akan pekerjaan.

Namun ketulusan yang berasal dari hati.

Ketulusan yang membuat mereka nyaman akan diri mereka.

Ketulusan yang berakhir dengan kepuasan diri sendiri akan empati yang diberikan.

Seorang penulis wanita pernah berkata:

“Seseorang akan lupa dengan perkataanmu, orang akan lupa dengan apa yang kamu lakukan, tapi mereka tidak akan lupa dengan bagaimana caramu memperlakukan mereka.”

Penulis: Agnes Sinta Dewi Tyas Utami

Editor: Tamarischa Pradhiasari