Emotionally Vulnerable Doesn’t Mean Miserable
Start the year with happy life.
Seringkali, kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai dan dirasakan. Padahal, entah ingin merasakan kebahagiaan atau kesedihan, kerentanan dalam emosi (emotionally vulnerable) akan tetap ada. Seringkali pula, diri kita ingin terlihat tidak rentan sebab kerentanan diasosiasikan dengan kelemahan atau perasaan yang mudah terluka dan ketakutan, sehingga cenderung hanya ingin merasakan kebahagiaan saja. Padahal, tidak serta-merta demikian. Sebagai contoh, ketika ingin merasakan kebahagiaan dalam mencintai, kita rentan terhadap kesedihan akan penolakan. Dengan perasaan sedih maupun senang, kerentanan tetap hadir dalam diri kita.
Menghindari kerentanan berarti menghindari esensi dari sifat manusia. Mungkin beberapa kali kita akan mencoba untuk menjadi kebal (tidak rentan), tetapi hal tersebut hanya akan sia-sia (Stolorow, 2015). Menjadi rentan menandakan bahwa secara natural, kita hidup. Kerentanan emosional biasanya dirasakan sebagai kecemasan akan adanya penolakan, dipermalukan, atau dinilai lebih rendah (Grande, 2019). Hal tersebut merupakan sumber kekuatan yang luar biasa dan satu-satunya cara untuk dapat terhubung dengan pribadi kita (Grande, 2019).
Tidak menyengsarakan, justru kerentanan menjadikan kita sebagai pribadi yang mampu untuk memahami orang lain. Kita dapat merasakan empati atas perasaan malu dan ketakutan akan kerentanan emosional, saling memaafkan, serta mengetahui bahwa kita layak dicintai dan dimiliki. Menjadi rentan juga membuat diri mencapai hal yang sebelumnya tidak terpikirkan. Sebagai contoh, kita seringkali ragu untuk menyampaikan ide yang muncul dalam pikiran karena adanya ketakutan akan penolakan dan kegagalan. Tetapi, dengan adanya pemilihan keputusan, tersedia pilihan mengambil resiko untuk gagal agar memiliki peluang mencapai kesuksesan (Grande, 2019). Kerentanan meminta kita untuk berani membuat keputusan dan memberikan ruang untuk berani mengambil resiko akan sebuah penolakan agar melatih diri menjadi lebih kuat (Jacobson, 2017). Bersikap lumrah dengan kerentanan dan terbukalah dengan apa yang dirasakan. Berani dalam mengambil resiko, jika dirasa akan memberikan nilai yang sepadan. Kerentanan tidak menyengsarakan, apabila kita memahami esensi sifat sebagai manusia.
Daftar Pustaka
Grande, D. (2019). Emotional vulnerability as the path to connection: How vulnerability becomes strength in loving relationships. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/in-it-together/201902/emotional-vulnerability-the-path-connection.
Jacobson, S. (2017). What does feeling vulnerable mean?. Harley Therapy Counselling Blog. https://www.harleytherapy.co.uk/counselling/what-does-feeling-vulnerable-mean.htm.
Storolow, R. (2015). Vulnerability: Vulnerability is constitutive of our finite existing. Psychology Today. https://www.psychologytoday.com/us/blog/feeling-relating-existing/201505/vulnerability.
Penulis : Gusti Ayu Made Dwi Aprillia Dewi
Penyunting : Klara Ardisa Prittadewi