Karya Tulis,  Podjok Merenung

Berjalan Jauh, Tetap Ingin Pulang

“Kapan bisa pulang, ya?”, “Kangen rumah, deh!”, “Duh! Bulan ini gak ada libur! Padahal mau pulang sebentar.” Pernah gak sih kalian merasa ingin segera kembali ke rumah? Apalagi bagi teman-teman perantau yang notabene sedang jauh dari rumah. Nah, fenomena ini disebut dengan homesick yang merupakan tekanan atau gangguan yang disebabkan oleh perpisahan dari rumah, baik secara mendadak maupun yang sudah direncanakan (Thurber, 1995).

Namun, penyebab homesick tidak semata-mata hanya karena jauh dari rumah saja. Beberapa penelitian yang ditulis dalam Thurber dan Walton (2012) menunjukkan bahwa hidup dalam lingkungan baru dengan budaya, nilai, dan kepercayaan baru juga menjadi penyebab homesick. Hal ini karena individu menghadapi tantangan tambahan dalam penyesuaian diri, termasuk perbedaan bahasa yang menghambat pengekspresian diri, perbedaan budaya (misalnya, makanan, humor, adat istiadat, agama), perbedaan lingkungan (misalnya, iklim, kondisi perkotaan dan pedesaan), struktur pemerintahan dan perbedaan politik, perubahan tanggung jawab dan reputasi, berkurangnya kelompok teman sebaya, stereotip negatif, dan rasisme atau diskriminasi.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi homesick? Thurber & Walton (2012) memberikan beberapa saran yang bisa dicoba, lho!

  1. Mempelajari kondisi lingkungan dan budaya tempat yang menjadi tujuan. Misalnya, mengetahui bahwa lingkungan baru tidak menggunakan bahasa yang digunakan sehari-hari, lingkungan lebih kolektif dibanding individualis, dan lain sebagainya. Hal ini dapat mengurangi rasa cemas karena individu sudah memiliki “bekal” terlebih dahulu.
  2. Berani mengambil keputusan sendiri. Semakin banyak pengalaman yang dijalankan karena pilihan sendiri (misalnya, memilih untuk mengikuti kepanitiaan/organisasi, memilih tempat tinggal, menyusun jadwal, dan lain sebagainya), semakin baik pula penyesuaian diri individu. 
  3. Mempromosikan lingkungan baru dengan positif. Individu dapat membicarakan hal-hal positif dari pengalaman yang didapatkan ketika jauh dari rumah. Misalnya, belajar memasak, bepergian sendiri ke tempat baru, dan lain sebagainya. Mempromosikan lingkungan baru secara positif dikaitkan dengan optimisme yang lebih besar.
  4. Mencari cara untuk menjaga komunikasi dengan keluarga atau orang terdekat. Zaman sekarang, teknologi dapat mendekatkan yang jauh. Individu dapat chatting, mengirimkan voice note, telepon, bahkan melakukan video call. Adanya hubungan yang baik melalui komunikasi akan mendorong penyesuaian diri yang positif.
  5. Mencegah “kesepakatan penjemputan” dengan orang tua. Mungkin hal ini merupakan hal yang sulit, tetapi mari coba kita bahas. Misal, orang tua berjanji akan selalu menjemput anak apabila anak rindu rumah. Hal ini akan dijadikan sandaran bagi anak tersebut. Orang tua pun dihadapkan pada pilihan yang sulit, yaitu membatalkan janji yang akan menyebabkan mengikisnya kepercayaan anak dan menimbulkan perasaan ditinggalkan atau memenuhi janji mereka tetapi merampas pengalaman pendidikan dan sosial yang penting bagi anak mereka yang sudah dewasa. Oleh karena itu, orang tua dan anak harus merencanakan cara tetap berhubungan selama berpisah, namun bukan dengan pulang lebih awal.
  6. Memilih coping yang adaptif. Individu dapat berolahraga, mengikuti kegiatan mahasiswa, mengembangkan hobi, tidur yang cukup, dan makan teratur disertai nutrisi yang seimbang.
  7. Memahami bahwa homesick adalah hal yang sangat normal. Oleh karena itu, bicarakanlah dengan orang tua atau orang terdekat untuk menenangkan diri dan meningkatkan kepercayaan diri.

Wah … Ternyata, jauh dari rumah terkadang tidak semenyenangkan seperti dalam film-film. Jika kamu pernah merasakan hal yang sama, tenang saja, kamu tidak sendirian. Saya juga pernah merasakan homesick sampai-sampai merasa stres dan tidak semangat untuk menjalani kegiatan sehari-hari. Akan tetapi, hidup harus terus berjalan meskipun jauh dari rumah. Saya pun melakukan beberapa hal yang disarankan oleh Thurber & Walton (2012), yaitu berkomunikasi dengan keluarga, memilih coping yang adaptif, dan membicarakan kondisi dengan orang tua. Menurut saya, tindakan tersebut efektif karena saya mampu meregulasi emosi ketika sedang merasa homesick dan saya juga tidak merasa sendirian.  

Selain itu, saya juga menilai hidup perantauan dengan positif. Selama merantau, apa saja pengalaman yang didapatkan? Apa saja yang sudah dilakukan? Apakah ada perkembangan yang baik dalam diri ini? Tentunya, pasti ada pengalaman yang sudah didapatkan, hal baru yang dilakukan, dan adanya perkembangan yang baik. Misalnya perkara makan, ketika masih bersama orang tua masih disiapkan, tetapi sekarang saya terdorong untuk masak sendiri atau membeli makanan sendiri dengan mencoba-coba makanan sekitar tempat tinggal. Ketika sedih? Dulu di rumah bisa langsung bercerita ke orang tua, tetapi ketika merantau saya mencoba untuk menenangkan diri terlebih dahulu baru bercerita kepada orang tua (sebenarnya juga agar orang tua gak khawatir). Yah … bisa dibilang diri ini berkembang menjadi sedikit lebih mandiri selama hidup merantau dan ada hal-hal baik lain yang berkembang juga. Hidup perantauan memang tidak melulu tentang hal yang menyenangkan, hal yang menyedihkan pun turut menyertai. Namun, itulah yang memberikan warna pada kehidupan dan cara kita memaknainya akan memengaruhi cara kita menjalani kehidupan perantauan.  

Bagi kamu yang sedang jauh dari rumah, apakah sedang merasakan homesick? Jika iya, semoga tetap tegar dan semoga dapat cepat kembali ke rumah, ya! Semangat!

 

Penulis
Monica / Asisten P2TKP Angkatan 2023

Penyunting
Maria Putri Dwi Astuti / Asisten P2TKP Angkatan 2023


Daftar Acuan
Thurber C. A. (1995). The experience and expression of homesickness in preadolescent and adolescent boys. Child development, 66(4), 1162–1178. https://doi.org/10.2307/1131805

Thurber, C. A., & Walton, E. A. (2012). Homesickness and adjustment in university students. Journal of American College Health, 60(5), 415–419. https://doi.org/10.1080/07448481.2012.673520.

Sumber Gambar
Webb, S. (2016). White house under maple trees [Stock Image]. Unsplash. https://unsplash.com/photos/white-house-under-maple-trees-1ddol8rgUH8.