Be Kind to Yourself
“Sayangilah dirimu sendiri sebelum menyayangi orang lain.”
Mungkin beberapa orang tidak asing dengan pernyataan itu. Namun, bagaimana perasaan Anda mengenai pernyataan itu? Apakah Anda setuju dengan pernyataan itu atau Anda sama seperti saya yang sempat memandang skeptis pernyataan tersebut dengan menganggap bahwa mencintai diri sendiri itu tidak penting? Apakah Anda juga menganggap bahwa mencintai orang lain dengan diri sendiri adalah dua hal yang berbeda dan tidak ada sangkut pautnya? Jika demikian, Anda datang ke tempat yang tepat karena saya akan menceritakan bagaimana pandangan skeptis saya itu salah.
Sebagai seorang yang menyadari bahwa dirinya sensitif, saya menemui bahwa masa remaja menjadi masa yang penuh kesempatan dan kebaruan, namun memiliki banyak tekanan bagi saya. Sebagai seorang mahasiswa, saya juga bergulat dengan tugas yang menumpuk dan beragam dilema lainnya yang tentu berbeda-beda pada setiap orangnya. Apakah saya harus mengikuti organisasi ini? Apakah saya akan mengambil pekerjaan tersebut, namun tidak melihat keluargaku untuk waktu yang lama? Bagaimana nasibku setelah lulus, apakah lanjut kerja atau mengambil studi lebih lanjut? Dalam menjawab banyaknya pertanyaan yang menerpa, tidak jarang saya merasa kewalahan dan terkadang merasa bahwa tidak ada yang bisa dilakukan selain berbaring dalam kebingungan dan membiarkan air mata yang menjelaskan. Mungkin kita semua pernah berada di kondisi dimana kita merasa berada di dalam gua yang gelap dan belum melihat ujung terangnya.
Saya akan merasa lelah dan rendah energi. Hidup terasa hambar dan tidak ada semangat dalam apapun yang saya kerjakan. Ketika hal itu terjadi, saya akan menyalahkan diri saya sendiri. Tidak jarang, saya juga menyesali mengapa saya begitu emosional, hanya bisa menangis dan merasa tidak bisa melakukan apapun dengan benar. Namun, di sinilah saya menyadari bahwa saya tidak akan pernah mengata-ngatai seorang teman saya yang sedang bersedih. Saya tidak seharusnya melakukan hal yang sama pada diri saya. Dalam suatu pengandaian, tidak ada yang akan memaksa suatu mobil dengan ban yang rusak untuk berjalan. Seharusnya, ban tersebut diperbaiki sehingga mobil bisa berjalan kembali.
Disinilah saya mulai belajar mengenai self-love atau yang disebut juga sebagai cinta diri sendiri. Tentu hal ini harus dibedakan dengan narsisme yang berarti keterlibatan berlebih pada diri sendiri sampai mereka mengabaikan kebutuhan orang-orang di sekitarnya (Begum, J., 2023). Menurut Henschke dan Sedlemeier (dalam Rani, E.N, dkk., 2022), self-love adalah sikap kebaikan terhadap diri sendiri yang dapat dipelajari dan bertahan seumur hidup. Terdapat beberapa komponen dalam self-love, seperti memberikan perhatian kepada diri sendiri (self-contact), menerima diri sendiri (self-acceptance), serta mempedulikan dan merawat diri sendiri (self-care). Saya mulai belajar untuk memberikan validasi pada diri saya, terutama jika belum ada yang bisa melakukannya untuk saya. Saya mengakui bahwa tidak apa-apa untuk memiliki emosi dan untuk tidak selalu merasa bahwa semua baik-baik saja. Saya mulai berusaha untuk percaya dengan diri sendiri bahwa kita masih bisa terus berdaya bahkan dalam keadaan terpuruk, hanya jika kita memutuskan untuk tidak menyerah. Mungkin, bagi beberapa orang hal ini tidak terlalu mudah, seperti saya yang awalnya juga skeptis dan merasa diri saya tidak sepenting itu. Namun, di dunia dimana orang-orang sibuk bertahan hidup bagi diri mereka sendiri, kita juga harus berusaha untuk diri kita sendiri.
Ternyata, jika kita menerapkan self-love dalam kehidupan kita, banyak manfaat yang bisa kita dapatkan. Tingkat menyayangi diri sendiri yang tinggi diketahui memiliki hubungan dengan meningkatnya rasa bahagia, optimisme, rasa penasaran dan keterhubungan dengan sesama, serta berkurangnya gangguan kecemasan, depresi, dsb (Neff, 2009). Saya sendiri pun merasa lebih baik mengenai diri saya dan pelan-pelan mulai membangun rasa percaya diri saya. Saya belajar untuk “mengisi gelas ku yang kosong”, sebelum mengisi milik orang lain.
Saya harap cerita saya dapat menjadi bahan refleksi bagi kita semua, bahwa tidak ada salahnya untuk terkadang memberikan cinta untuk diri kita sendiri. Jika kita bisa berada di sana untuk diri kita sendiri, kita bisa menjadi pendukung bagi diri kita dalam menghadapi kehidupan. Dengan begitu, maka kita dapat memberikan yang terbaik untuk diri kita dan juga sesama. Lihatlah bagaimana cinta yang kita berikan pada diri kita sendiri akan “tumpah” keluar kepada orang lain karena kita tidak bisa menuang dari gelas yang kosong. Maka, peluk diri Anda dan berterima kasihlah pada diri Anda karena sudah berjuang sampai saat ini. Katakanlah pada diri Anda sendiri bahwa bahkan jika Anda merasa sendirian dan seluruh dunia melawan Anda, it’s okay. I believe in me.
Penulis
Anargya Aristawidya (Asisten P2TKP Angkatan 2023)
Penyunting
Gabriella Setia Maharani (Asisten P2TKP Angkatan 2024)
Daftar Acuan
Begum, J. (2023, March 30). Narcissism: 5 Signs to Help You Spot Narcissistic Behavior. WebMD. Retrieved November 13, 2024, from https://www.webmd.com/mental-health/narcissism-symptoms-signs
Neff K. D. (2009). The Role of Self-Compassion in Development: A Healthier Way to Relate to Oneself. Human development, 52(4), 211–214. https://doi.org/10.1159/000215071
Rani, E. N., Sulistiawan, I., Yunita, R. D., Ifsyaussalam, R. A., Ariyani, V., & Wijaya, Y. D. (2022, Oktober). Pentingnya Self Love Serta Cara Menerapkannya dalam Diri. Science and Education Journal, 1(2). https://doi.org/10.31004/sicedu.v1i2.70
Sumber Gambar
Anargya Aristawidya (dokumentasi pribadi).