Karya Tulis,  Podjok Merenung

Trust Returns Another Trust

Sore itu, aku bertemu dengan teman baru. Kami menghabiskan waktu luang untuk saling mendengarkan dan berbagi tentang pengalaman pertemanan, keluarga, dan minat kami. Sepanjang percakapan tersebut, dia kuanggap sebagai teman yang jujur, energik, dan berwawasan luas. Seiring berjalannya waktu, kami menjadi lebih dekat. Aku merasakan ada keinginan untuk bertemu lagi dengannya. Namun, di saat yang sama, muncul kecemasan ketika akan untuk menemuinya dan aku sibuk dengan kegundahanku pikiranku yang terus memberi alarm bahaya, terutama saat aku menyadari bahwa dia tidak menepati janjinya. Aku pun membuat keputusan untuk membatasi komunikasi dan pertemanan kami karena aku tidak bisa percaya dengan perkataan dan tindakannya.

Sampai pada titik itu, aku bertanya pada diriku. “Apa yang terjadi dalam hubungan pertemanan yang demikian?” Ya, aku menyadari bahwa pada waktu itu, aku merasakan adanya kehilangan kepercayaanku terhadap seseorang yang kuanggap sebagai teman. Sebelum beranjak jauh menjelaskan bagaimana aku menghadapi situasi ini, aku mau memberi analogi tentang gimana, sih, rasa percaya itu. Rasa percaya kugambarkan seperti momen berjabat tangan dengan seseorang. Pada momen itu, ada dua hal yang dapat terjadi. Hal pertama ialah saat sebuah telapak tangan yang terbuka lebar dan bersedia mendekat sambil bergerak ke arah telapak tangan orang lain. Selanjutnya, yang kedua, sebuah telapak tangan lain juga terbuka dan menerima telapak tangan yang mendekat tersebut, lalu kedua telapak tangan tersebut bertemu dan mencengkeram dengan erat. Dari analogi tersebut, aku menemukan bahwa kepercayaan dapat muncul dari kedua sisi orang yang bertemu dan di dalamnya terdapat kesediaan serta keyakinan untuk memberi ataupun menerima rasa percaya satu sama lain.

Apakah arti kepercayaan berhenti pada analogi tersebut? Tentunya tidak. Menurut Paten dan Searle (2019), kepercayaan ialah ekspektasi yang meyakinkan tentang suatu situasi yang mengarah pada kesediaan untuk menerima kerentanan yang muncul dari ketidakpastian dan risiko. Ini menyiratkan bahwa ketika memercayai orang lain, seseorang sering secara bersamaan menyatukan kecenderungan mereka sendiri untuk memercayai orang lain dengan penilaian mereka apakah orang lain pantas mendapatkan kepercayaan mereka (Lucas et al., 2011).  Oleh karena itu, selain berfokus pada apakah orang lain dapat dipercaya, individu dapat (atau merasa) lebih atau kurang percaya—atau cenderung memercayai orang lain—karena adanya kecenderungan untuk percaya terhadap sosok selain diri sendiri.

Melalui pengalamanku, aku menyadari bahwa kepercayaan berperan peran penting dalam interaksi personal sehari-hari, khususnya dalam hubungan pertemanan. Kepercayaan menjadi salah satu alasan dalam membuat keputusan dalam berelasi. Beberapa peneliti (Colquitt & Salam, 2009; Yamagishi et al., 2015) menyatakan bahwa kepercayaan memainkan peran penting dalam interaksi interpersonal sehari-hari dan memprediksi perilaku individu terhadap orang lain. Kepercayaan juga terkait dengan keyakinan seseorang tentang dunia yang adil—di mana dalam kehidupan ini, seseorang akan mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan (Trost et al., 2014)—sehingga ia dapat menjalani kehidupan sehari-hari mereka dengan rasa percaya, harapan, dan keyakinan akan masa depan (Schindler & Reinhard, 2015).

Aku pun belajar bahwa aku perlu membangun kepercayaan yang lebih baik lagi dengan cara bersedia menerima orang lain karena (1) Setiap orang layak mendapatkannya; (2) Aku berdaya untuk memberikan kepercayaan; serta  tentunya karena (3) Ada konsekuensi baik untuk hubungan pertemanan yang dapat muncul setelahnya.

The people when rightly and fully trusted will return the trust.
— Abraham Lincoln


Penulis
Maria Rezeki Manik (Asisten P2TKP Angkatan 2022)

Penyunting
Putu Maharani Karuna Citra (Asisten P2TKP Angkatan 2021)


Daftar Acuan
Colquitt, J. A., & Rodell, J. B. (2011). Justice, trust, and trustworthiness: A longitudinal analysis integrating three theoretical perspectives. Academy of Management Journal, 54(6), 1183–1206. https://doi.org/10.5465/amj.2007.0572

Lucas, T., Zhdanova, L., & Alexander, S. (2011). Procedural and distributive justice beliefs for self and others: Assessment of a four-factor individual differences model. Journal of Individual Differences, 32(1), 14–25. https://doi.org/10.1027/1614-0001/a000032

Patent, V., & Searle, R. H. (2019). Qualitative meta-analysis of propensity to trust measurement. Journal of Trust Research, 9(2), 136–163. https://doi.org/10.1080/21515581.2019.1675074

Schindler, S., & Reinhard, M.-A. (2015). Catching the liar as a matter of justice: Effects of belief in a just world on deception detection accuracy and the moderating role of mortality salience. Personality and Individual Differences, 73, 105–109. https://doi.org/10.1016/j.paid.2014.09.034.  

Yamagishi, T., Akutsu, S., Cho, K., Inoue, Y., Li, Y., & Matsumoto, Y. (2015). Two-component model of general trust: Predicting behavioral trust from attitudinal trust. Social Cognition, 33(5), 436–458. https://doi.org/10.1521/soco.2015.33.5.436

Sumber Gambar
Radosavljevic, A. (2018). Handshake, Cooperation, Partnership image [Stock Image]. Pixabay. https://pixabay.com/photos/handshake-cooperation-partnership-3298455/.