Artikel,  Karya Tulis

Sebuah Harapan Ditengah Keterbatasan

Sebagai permulaan, mari kita membahas apa itu down syndrome. Singkatnya, down syndrome merupakan suatu kondisi genetik yang disebabkan oleh adanya abnormalitas kromosom 21 pada bayi baru lahir. Anak yang mengidap down syndrome biasanya memiliki ciri-ciri yang sama, yakni; tinggi badan yang relatif pendek, ukuran kepala yang lebih kecil, hidung yang datar menyerupai orang mongoloid, dan biasanya disertai dengan intellectual disabilities (Hallahan et al, 2009). Situasi seperti ini bisa dikatakan cukup jarang terjadi dan dapat dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Secara umum, perbandingannya dapat mencapai 1:600 hingga 1000 kelahiran, namun pada ibu yang melahirkan di atas usia 45 tahun perbandinganya menjadi 1:30 (Vilas Boas et al, 2009).

Sebagai orang tua, menerima kondisi anak yang mengidap down syndrome tentu tidak mudah. Orang tua memiliki kecenderungan untuk menghadapi berbagai fase, hingga mereka benar-benar bisa menerima kondisi anaknya. Hamid (2004) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa orang tua yang memiliki anak dengan intellectual disabilities biasanya akan mengalami perasaan sedih, adanya penolakan, depresi, malu, marah, dan pada akhirnya bisa menerima kondisi anaknya. Oleh karena itu, dukungan dari lingkungan sekitar, baik dari masyarakat maupun keluarga sangat dibutuhkan, baik secara praktis maupun emosional (Mirfin-Veitch, 1997).

Kita mengetahui bahwa anak dengan down syndrome memang memiliki perbedaan dengan anak-anak lainnya. Namun, bukan berarti tidak ada harapan bagi mereka. Ketika mereka ditempatkan di lingkungan yang suportif dan mendapatkan penanganan yang baik berupa pemberian terapi khusus, kita dapat meningkatkan potensi mereka secara optimal. Di satu sisi, terdapat berbagai faktor yang bisa mempengaruhi upaya penanganan anak dengan down syndrome. Salah satunya adalah faktor ekonomi. Biaya untuk merawat anak dengan down syndrome relatif mahal. Namun, pemerintah sudah bisa memberikan sedikit kelegaan bagi yang membutuhkan dengan meyediakan BPJS yang siap menanggung tindakan klinis berupa gangguan tumbuh kembang dan psikis pada anak.

Selain penanganan, terdapat satu hal yang tidak kalah penting yaitu pengarahan minat dan bakat anak dengan down syndrome. Dengan adanya pengarahan yang tepat, bukan tidak mungkin anak dengan down syndrome bisa menjadi seseorang yang berbakat. Contoh kecilnya seperti Zhou-Zhou, seorang anak dengan down syndrome yang berasal dari China dan memiliki IQ sebesar 30. Saat ini, Zhou-Zhou bisa dikatakan telah menjadi seorang konduktor yang dihormati di seluruh dunia serta dikenal sebagai konduktor di National Symphony Orchestra dan Cincinnati Pops Orchestra. Hal ini bukan tanpa alasan dan merupakan buah dari hasil pengamatan. Pada awalnya, Zhou senang mengikuti ayahnya yang seorang pemain cello. Ketika semua kru sedang beristirahat, Zhou akan naik ke atas panggung dan seketika memperagakan gaya seorang konduktor.

Cerita Zhou memberi tahu kepada kita bahwa tidak ada batasan yang bisa menghentikan kita untuk berproses untuk mencapai sesuatu. Keterbatasan tersebut hanya menuntun kita untuk mencari sebuah jalan yang berbeda dibandingkan dengan jalan pada umumnya. Mulai dari detik ini, sudah seharusnya kita meyakini bahwa anak dengan down syndrome pun juga bisa berdaya dan memiliki harapan. Oleh karena itu, mari kita bentuk sebuah lingkungan yang ramah bagi setiap individu guna mengoptimalkan potensi mereka.

Daftar Acuan:

Hallahan, D. P., Kauffman, J. M. & Pullen, P. C. (2009). Exceptional learners: an introduction to special education. Massacgusetts: Allyn and Bacon.

Hamid, A. Y. (2004). Pengalaman keluarga dan nilai anak tunagrahita. http://pusdiknakes.or.id/fikui_/?show=detailnew&kode=25&tbl=puat aka. Diakses pada tanggal 13 Maret 2021.

Mirfin-Veitch, B., Bray, A., & Watson, M. (1997). ‘‘We’re just that sort of family.’’ Intergenerational relationships in families including children with disabilities. Family Relations, 46, 305–311.

Vilas Boas, L. T., Albernaz, E. P., & Costa, R. G. (2009). Prevalence of congenital heart defects in patients with Down syndrome in the municipality of Pelotas, Brazil. Jornal de pediatria85(5), 403-407.

Sumber Gambar : https://pixabay.com/id/photos/sindrom-down-trisomi-5932711/

 

Penulis : I. Kadek Okta Drahmadhyaksa

Penyunting : Klara Ardisa Prittadewi