FLIPPED CLASSROOM: PENGEMBANGAN FASILITASI AKTIVITAS LUAR KELAS MENGGUNAKAN SOFTWARE BANTU QUESTION MACHINE & MINDMASTER DI LMS MOODLE UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Flipped Classroom merupakan metode pembelajaran yang bertujuan membalik metode tradisional, yang biasanya materi diberikan oleh pendidik di kelas dan peserta didik mengerjakan tugas di rumah, menjadi materi diberikan oleh pendidik di media luar kelas dan peserta didik mengerjakan tugas di dalam kelas. Dalam pembelajaran tradisional, peserta didik diajar materi pelajaran oleh pendidik di kelas (melalui ceramah atau penjelasan langsung dari pendidik, diskusi kelompok, atau membaca dan mengamati), kemudian mengerjakan tugas-tugas untuk penguatan di rumah (berupa PR). Dalam flipped classroom, peserta didik mempelajari materi pelajaran di rumah (melalui menonton video pembelajaran, membuat rangkuman, mencatat poin-poin penting, membuat pertanyaan, diskusi dengan teman secara online, dan atau membaca sumber-sumber referensi yang dibutuhkan). Aktivitas di dalam kelas difokuskan pada diskusi, praktik laboratorium, penjelasan terhadap konsep-konsep yang belum dipahami siswa, dimana aktivitas-aktivitas tersebut sifatnya untuk penguatan atau pendalaman. Secara garis besar, aktivitas ini dapat dilihat dalam gambar 1.
Gambar 1. Perbandingan aktivitas belajar Pemebelajaran Tradisional dengan Flipped Classroom
Apa tujuannya? Singkatnya flipped classroom bertujuan menghadirkan pembelajaran yang lebih menfokuskan pada pengembangan high order thinking, namun diawali dengan pengembangan low order thinking para peserta didik yang diupayakan sememadai mungkin. Seperti yang bisa dilihat pada gambar 1, low order thinking (dalam formulasi taksonomi belajar oleh Bloom) merupakan fondasi dasar seseorang melakukan analisis, evaluasi, dan menciptakan hal-hal baru (representasi high order thinking menurut taksonomi belajar Bloom). Dalam kajian pendidikan tinggi khususnya pendidikan level strata 1, kapasitas high order thinking ( selanjutnya disingkat HOTs) menjadi kapasitas yang harus dikuasai sehingga peserta didik kelak mampu berperan sebagai calon ilmuwan yang mampu mengurai pokok-pokok permasalahan dan menganalisisnya menggunakan perspektif beragam. Selain itu, peserta didik dapat memunculkan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang segar.
Kapasitas-kapasitas hasil belajar di level HOTs tadi tentunya harus dilandasi oleh penguasaan pengetahuan yang memadai, yang berada dalam level low order thinking (selanjutnya disebut LOTs). Apa ukurannya? (1) mampu mengingat berbagai pengetahuan dasar seperti definisi, rumus, teori, dan asumsi dasar (kapasitas remembering), (2) memahami relasi antar berbagai pengetahuan dasar sebagai jejaring pengetahuan (kapasitas understanding), (3) mampu mengimplementasikan berbagai pengetahuan dasar dan jejaring pengetahuan dalam berbagai situasi dan kondisi yang umumnya dikenai pengetahuan dasar dan jejaring pengetahuan tersebut (kapasitas applying). Situasi ini dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Kapasitas-kapasitas hasil belajar di level LOTs
Sumber: https://www.krausanderson.com/wp-content/uploads/2016/09/Bloom.jpg
Pendidik yang menerapkan flipped learning dituntut menghadirkan pengalaman-pengalaman luar kelas yang relevan untuk membentuk LOTs, sehingga perserta didik memiliki prasyarat yang memadai untuk mengembangkan HOTs-nya di dalam aktivitas dalam kelas. Bagaimana caranya? Pendidik pada masa kini dapat memanfaatkan berbagai fasilitas learning management system (LMS) seperti google classroom, moodle, dan lainnya. Khusus pendidik di Universitas Sanata Dharma, LMS berbasis moodle sudah tersedia dan dapat diakses di website belajar.usd.id. Penulis sendiri punya pengalaman mengimplementasikan flipped classroom, dan membagikannya melalui tulisan ini.
Pengalaman penulis sebagai dosen menerapkan flipped classroom atau flipped learning khususnya terkait fokus tulisan ini mengenai pembelajaran luar kelas dilandasi oleh pengalaman mengajar penulis yang sering menemui ada hambatan membangun kapasitas level HOTs jika menggunakan pendekatan pembelajaran tradisional. Mahasiswa sebagai peserta didik seringkali kurang tergerak untuk mempelajari sendiri materi pengetahuan dasar, jejaring pengetahuan dasar, dan aplikasinya. Hal ini menjadi hambatan tersendiri ketika mengembangkan HOTs yang menuntut mahasiswa sudah menguasai lewat fasilitasi pembelajaran dalam kelas (oleh pendidik lewat media lekturet tatap muka) dan penugasan membaca literatur dan atau menyimak sumber-sumber pembelajaran audio-visual (oleh peserta didik secara mandiri). Analisis, evaluasi, dan penciptaan alternatif-alternatif yang segar seringkali menjadi kurang maksimal akibat kurangnya bekal LOTs dari mahasiswa. Penulis menilai bahwa perlu ada pengalaman-mencari-sendiri-namun-terfasilitasi.
Pertanyaan selanjutnya; bagaimana menghadirkan pengalaman-mencari-sendiri-namun-terfasilitasi dalam konteks pengembangan LOTs? Kata kunci yang ditemukan penulis adalah “mengkondisikan”. Pengkondisian yang dimaksud adalah mengkondisikan mahasiswa untuk mempelajari berbagai bahan pembelajaran, memahami konstruksi jejaring antar pengetahuan hasil pembelajaran, dan cara mengaplikasikannya secara umum sesuai literatur yang dipelajari. Situasi menghadirkan concept exploration (lihat gambar 3) pada para mahasiswa secara mandiri melalui berbagai media yang relevan namun tertuntun melalui fasilitasi berbagai pendekatan yang relevan.
Dalam bentuk apa dan bagaimana fasilitas dengan pendekatan relevan tersebut? Penulis menimbang paling tidak ada 3 (tiga) fasilitas yang dinilai relevan dan harus disediakan, yaitu (1) bahan, (2) alat bantu, (3) evaluasi. Penyediaan bahan pembelajaran terstruktur dengan fasilitasi mind map dinilai penulis tepat diterapkan untuk kebutuhan ini. Mind map berisi topik pembelajaran beserta pengetahuan dasar dan jejaring pengetahuan disertai rujukan referensinya diharapkan memberikan pengkondisian yang relevan bagi seorang mahasiswa. Penulis menimbang bahwa ada unsur literasi yang kurang optimal pada para mahasiswa. Penulis menimbang itu dan mengkondisikan mahasiswa untuk merasa tertuntut melengkapi suatu mind map yang sengaja dikosongkan pada definisi, rumus, asumsi dasar, dan jejaring antar pengetahuan dasar, serta aplikasinya menurut literatur yang sudah ditunjuk atau diwajibkan. Pengkondisian tuntutan ini dalam bentuk penugasan melengkapi mind map topik pembelajaran yang sengaja dirumpangkan. Penugasan bersifat wajib dan merupakan bagian dari penilaian formatif mahasiswa, pada akhirnya mendorong mahasiswa mau menyimak hingga detil. Fasilitasi menggunakan belajar.usd.ac.id yang dilakukan penulis adalah menyediakan mind map yang rumpang tadi, lalu meminta mahasiswa men-download-nya lalu mengerjakannya. Di situasi ini, penggunaan alat bantu yang mudah digunakan dan (mungkin akan lebih baik) freeware namun masih bisa menfasilitasi proses pembelajaran LOTs secara optimal menjadi pertimbangan paling penting. Penulis menggunakan freeware berupa Edraw Mindmaster yang mudah dikelola oleh mahasiswa, bahkan memungkinkan mahasiswa mengembangkan mind map mereka sesuai selera dan keinginan mereka. Penulis sebagai dosen memberikan rubrik penilaian yang merujuk pada pemenuhan spesifikasi tugas minimal, rata-rata, dan maksimal tugas. Setiap spesifikasi tugas (minimal, rata-rata, maksimal) dalam pemenuhannya akan mendapatkan harga poinnya masing-masing. Rubrik penilaian ini diharapkan menjadi motivator bagi mahasiswa untuk mencapai hasil sesuai target yang mereka inginkan.
Belajar tanpa tahu hasil belajarnya, tentunya akan berpeluang menurunkan motivasi belajar. Penulis menimbang hal tersebut memberikan fasilitas lain di luar kelas, yaitu semacam latihan hasil belajar mandiri (atau jika di sekolah disebut sebagai Lembar Kerja Siswa (LKS)). Penulis dalam menyediakan LKS untuk mahasiswa menggunakan fasilitas quiz pada belajar.usd.ac.id. Bagaimana pengembangan dan manajemen soalnya? Penulis menimbang bahwa akan ada 2 (dua) tipe pembelajar, yaitu (1) belajar bahannya baru kerjakan LKS, (2) kerjakan LKS lalu berharap bahwa pada keberuntungan. Tipe pertama bisa disebut tipe yang ideal, dimana ketika seorang mahasiswa mendapati dirinya belum optimal (berdasarkan poin minimal LKS yang harus dicapai) maka Ia akan belajar lagi baru mengerjakan kembali. Tipe kedua bisa disebut tipe kiurang ideal, karena ketika mahasiswa mendapati dirinya tidak optimal, maka Ia akan terus saja menggunakan kesempatan mengerjakan LKS hingga mendapat poin minimal yang dituntut. Penulis menimbang situasi tersebut menilai perlunya menyediakan fasilitas LKS yang bisa menfasilitasi kedua tipe mahasiswa tersebut. Caranya? LKS yang bisa diakses menggunakan belajar.usd.ac.id dimana setiap soal mampu mewakili target level LOTs yang hendak dicapai. Bagi tipe mahasiswa pertama, Ia akan mendapatkan evaluasi utuh mengenai kapasitas dirinya. Bagi tipe mahasiswa kedua, Ia meskipun tidak membaca namun dari setiap soal yang Ia kerjakan Ia akan mempelajari poin-poin kebenaran dan kesalahan yang secara tidak sadar akan diinternalisasi sebagai pengetahuan dasar, jejaring pengetahuan, dan aplikasinya. Tantangan dalam membuat hal ini adalah menyediakan question bank yang memiliki kategori sesuai target pengetahuan dasar, jejaring pengetahuan, dan aplikasinya yang hendak menjadi target penguasaan LOTs. Pengembangan soal menggunakan freeware berupa question machine menurut pengalaman peneliti sangat membantu untuk mencapai tujuan tersebut. Pembuat soal (dalam format .xml) akan dikondisikan membuat kategori-kategori soal, sehingga ketika paket soal tersebut di upload ke belajar.usd.ac.id, memudahkan untuk mengelola penyusunan LKS.
Recent Comments