(0274) 513301, 515352 Ext. 51552 (VoIP) ppip@usd.ac.id

A. Praktek Baik Asesmen dalam Flipped Classroom

Praktek baik  asesmen dalam  Flipped  Classroom (FC)  sebenarnya  merupakan  praktek baik asesmen pada umumnya  yang diterapkan dalam  konteks  FC.  Beberapa  praktek baik ini misalnya meliputi:

  • Menyelaraskan tujuan asesmen dengan tujuan  pembelajaran. Keselarasan tujuan asesmen dengan tujuan  pembelajaran menjadi penting karena tujuan  utama  dari asesmen adalah melihat seberapa jauh tujuan  pembelajaran dapat  tercapai.  Ketidakselarasan  akan mengakibatkan ketidakmampuan dalam memperoleh informasi mengenai tercapai  tidaknya  tujuan  pembelajaran.
  • Menginformasikan kisi-kisi asesmen dan cara yang akan digunakan dalam melakukan asesmen. Misalnya instruktur memberikan kisi-kisi asesmen di awal semester beserta informasi mengenai jumlah dan jenis item yang akan digunakan  dalam asesmen, dan kemampuan  apa yang diharapkan untuk menyelesaikan bentuk asesmen tertentu.
  • Prinsip short-frequent-low risk atau pendek-sering-rendah resiko.  Asesmen hendaknya  dilakukan dengan  menggunakan  jumlah  item yang sedikit tetapi  sering dilakukan. Selain itu, untuk mengurangi  kecemasan yang dapat  mengganggu proses asesmen, asesmen sebaiknya dilakukan  dengan resiko yang rendah. Misalnya, mahasiswa dapat mengulangi pengerjaan  tugas atau tes yang diberikan di kelas untuk  memperbaiki  hasil pengerjaan tugas atau tes didasarkan  pada  umpan balik yang diberikan. Tentu saja, instruktur dapat  memberikan aturan penalti dalam arti, pengerjaan  tes yang kedua kalinya tidak dapat  memperoleh nilai maksimal.
  • Memberikan umpan balik pada mahasiswa baik kekuatan maupun kelemahannya dan  cara  memperbaiki kelemahan  dalam  penguasaan  materi. Umpan  balik  ini dapat  diberikan  secara  umum  yang mencakup kelemahan  dan  kelebihan  kelas, maupun  secara individual  mahasiswa.
  • Menggunakan data asesmen kelas atau individual untuk memperbaiki atau mengem- bangkan pembelajarn di masa depan. Perbaikan atau  pengembangan  ini dapat terkait  dengan  metode yang digunakan,  penambahan atau  pengurangan  materi, atau  penambahan dan pengurangan  jam yang dibutuhkan untuk  satu  topik.
  • Menggunakan alat asesmen yang berkualitas  baik.

B. Kualitas Asesmen yang Baik

Asesmen yang berkualitas  baik harus memiliki paling tidak  empat  aspek berikut  ini:

  • Validitas yang tinggi. Asesmen yang memiliki validitas  yang tinggi merupakan asesmen yang memiliki ketepatan dalam mengukur tujuan  asesmen.
  • Reliabilitas yang tinggi.   Asesmen yang  reliabel  membuat  hasil asesmen dapat menggambarkan kondisi seseorang dengan akurat.
  • Asesmen perlu memiliki kemampuan untuk  membedakan  mahasiswa  yang satu dengan  yang lain. Semakin tinggi kemampuan  asesmen ini, semakin banyak  informasi yang dapat  diperoleh dari setiap mahasiswa.
  • Bebas bias. Asesmen yang bias akan cenderung merugikan  mahasiswa  dari satu kelompok dibandingkan kelompok lain.  Bias ini dapat  membuat  kesimpulan mengenai mahasiswa  tersebut keliru dan dapat  berpotensi  merugikan.  Misalnya jika hasil  asesmen  digunakan  sebagai  dasar untuk  memberikan  penilaian,  asesmen yang bias akan membuat  kelompok mahasiswa  tertentu memiliki nilai lebih rendah.

C. Tiga Aspek Asesmen dalam Flipped Classroom

Asesmen dalam Flipped Classroom mencakup tiga aspek:

  • Asesmen terhadap proses pembelajaran dalam kelas Flipped Classroom
  • Asesmen terhadap instruktur dan relasinya dengan mahasiswa di kelas
  • Asesmen terhadap hasil belajar mahasiswa

1. Asesmen terhadap Proses Pembelajaran dalam Kelas

Asesmen dalam aspek ini melihat proses pembelajaran dalam kelas. Misalnya asesmen terhadap tingkat kenyamanan  mahasiswa  mengikuti  perkuliahan,  tingkat  keterlibatan kognitif selama proses kuliah, dan lain-lain. Cukup  banyak sumber yang dapat diacu atau  digunakan  untuk melakukan  asesmen terhadap proses pembelajaran di kelas itu sendiri.  Beberapa  contoh diberikan di bawah ini:

Flipped Learning Assessment Tool

Flipped  learning  assessment  tool (Kim,  et.al,  2015) disusun  berdasarkan The Revised Community of Inquiry  yang terdiri  dari 6 aspek; yaitu:

  • Teaching Orientation menanyakan apakah kelas berorientasi pada mahasiswa atau dosen.
  • Teaching Presence menanyakan apakah pengajar dapat menjalankan teknik-teknik mengajar  yang sesuai dengan situasi kelas
  • Social Presence  menanyakan  apakah  situasi  pengajaran/pembelajaran  memberikan dorongan untuk belajar.
  • Cognitive Presence menanyakan apakah perkuliahan mendorong mahasiswa berpikir kritis-kreatif dalam membangun pengetahuan mereka.
  • Learner Presence menanyakan  keterlibatan mahasiswa selama proses perkuliahan, misalnya apakah  proses metakognisi dan regulasi diri yang terlibat dalam proses pembelajaran.
  • Technology Use menanyakan kemudahan dan keterbiasaan mahasiswa dalam menggunakan teknologi yang terlibat di kelas.

2. Asesmen terhadap Instruktur dan Relasinya dengan Mahasiswa

Aspek ini merupakan asesmen  terhadap instruktur itu  sendiri  dan  relasinya  dengan mahasiswa, yang dapat meliputi  pandangan mahasiswa  terhadap bagaimana  instruktur  berelasi dengan  mahasiswa, kompetensi  instruktur dalam  mengajar, hingga pada pengalaman negatif yang pernah dialami selama perkuliahan.

Salah  satu  contoh  asesmen  terhadap instruktur dan  relasinya  dengan  mahasiswa adalah Student Professor Interaction Scale yang disusun oleh Cokley,et al.(2004).  Skala tersebut  terdiri  dari delapan aspek; yaitu:

  • Interaksi yang penuh penghargaan, yang menanyakan  apakah  instruktur berelasi dengan menghargai mahasiswa  sebagai  individu,  memberikan  ekspektansi  yang jelas, kenyamanan  berinteraksi dengan mahasiswa  dari  latar belakang  berbeda, dll.
  • Bimbingan / panduan karir, yang menanyakan apakah instuktur memberikan pandangan  akan karir di masa depan, bantuan dalam memahami  materi, dll.
  • Kemudahan didekati, yang menanyakan apakah instruktur memberi ruang memadai dan bersedia diajak  berdiskusi  terkait  dengan  materi, nilai, dan permasalahan  akademis lain.
  • Pentingnya relasi instruktur-mahasiswa, yang menanyakan seberapa besar  pengaruh relasi instruktur-mahasiswa terhadap mahasiswa dari persepsi mahasiswa.
  • Sikap peduli, yang menanyakan apakah instruktur peduli terhadap kondisi mahasiswa secara umum.
  • Interaksi di luar kelas, yang menanyakan apakah relasi instruktur-mahasiswa juga terjadi di luar kelas.
  • Keterhubungan, yang menanyakan apakah instruktur memahami  latar belakang budaya mahasiswa yang berbeda.
  • Aksesibilitas, yang menanyakan  apakah  instruktur dapat  ditemui  di luar  kelas ketika dibutuhkan.
  • Pengalaman negatif, yang menanyakan apakah mahasiswa  memiliki pengalaman tidak menyenangkan, termasuk di dalamnya perundungan, selama proses pembelajaran.

3. Asesmen Hasil Belajar Mahasiswa

Asesmen hasil  belajar mahasiswa  pada  dasarnya  menggali informasi mengenai  hasil pembelajaran yang  dilakukan  mahasiswa, seperti  penguasaan  terhadap materi,  peningkatan  ketrampilan, perubahan sikap, dll. Asesmen hasil belajar ini sangat bervariasi tergantung pada materi yang diukur,  tetapi  dapat dikelompokkan  ke dalam beberapa kategorisasi.

Waktu Pelaksanaan Asesmen

Berdasarkan waktu pelaksanaannya, asesmen hasil belajar dapat  dibedakan  menjadi:

  • Preformatif, yaitu  asesmen  yang  dijalankan  seiring  dengan  berjalannya   proses pembelajaran di luar kelas
  • Formatif, yaitu asesmen  yang  dijalankan  untuk  memonitor  pembelajaran  mahasiswa yang  diberikan  pada  akhir  tiap unit  materi.   Informasi  yang  diperoleh biasanya  digunakan  untuk  meningkatkan proses pembelajaran oleh instruktur.
  • Sumatif, merupakan asesmen yang digunakan  untuk  mengevaluasi  hasil belajar mahasiswa berdasarkan kriteria  tertentu. Meskipun tujuan  dari asesmen sumatif diarahkan  pada memberikan nilai pada  mahasiswa,  tetapi  informasi yang diperoleh juga dapat  digunakan untuk meningkatkan pembelajaran di perkuliahan berikutnya.

Proses Kognitif yang Diukur

Berdasarkan proses kognitif yang  diukur, asesmen hasil belajar dapat digolongkan dalam:

  • Asesmen Lower Order Thinking  (LOT)  yang  mengukur  proses-proses  kognitif seperti  mengingat,  memahami dan menerapkan baik dalam situasi yang sama maupun berbeda. Asesmen ini dapat  dilakukan di tiap pertemuan dengan menggunakan kuis online, sistem respon seperti PollEverywhere, dll.  Asesmen juga dapat dilakukan secara lebih umum dalam Ujian Tengah  Semester, Ujian Akhir Semester, dll.
  • Asesmen Higher Order Thinking (HOT)  yang  mengukur proses-proses kognitif seperti menganalisis, mengevaluasi dan berpikir kreatif. Di dalam tiap pertemuan, proses berpikir ini dapat  diases menggunakan diskusi kelas, debat, pembahasan kasus, dll. Sementara di akhir perkuliahan mahasiswa juga dapat diukur dengan menggunakan tugas menulis, presentasi poster, makalah, dll.

D. Rubrik

Rubrik  merupakan  alat  bantu untuk  melakukan  penilaian  yang  berisi daftar  elemen perkuliahan  yang akan  dinilai sekaligus gradasi  kualitasnya.  Elemen  perkuliahan  ini termasuk  di dalamnya  partisipasi  di kelas, perilaku  kerja sama tim,  kreativitas,  hasil tulisan,  dan karya atau  aktivitas  kelas lainnya.

1. Praktek Baik Penggunaan Rubrik

Penggunaan rubrik  secara efektif dapat  meningkatkan tidak  hanya  kualitas  penilaian tetapi  juga mendukung  proses pembelajaran. Berikut  adalah  beberapa  praktek baik dalam penggunaan rubrik:

  • Idealnya, satu rubrik digunakan untuk  menilai satu elemen perkuliahan. Namun demikian jika elemen perkuliahan memiliki kemiripan satu sama lain, dimungkinkan untuk  memiliki rubrik yang sama. Misalnya tugas-tugas kuliah yang mengukur proses kognitif yang sama dapat  memiliki rubrik  yang mirip.
  • Isi rubrik diinformasikan kepada mahasiswa. Informasi ini diberikan selain karena alasan transparansi, dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
  • Tugas atau ujian diserahkan oleh mahasiswa  beserta penilaian mahasiswa terhadap karyanya  sendiri menggunakan rubrik.
  • Rubrik dapat digunakan secara praktis untuk memberikan penilaian dengan cara menandai, dengan lingkaran atau tanda centang, tingkat kualitas mana yang telah dicapai oleh mahasiswa.
  • Rubrik direview dan direvisi secara berkala untuk meningkatkan kesesuaian dengan tujuan asesmen.

2. Pengembangan Rubrik

Pengembangan rubrik  dapat  dilakukan  dengan menggunakan  dua pendekatan :

  • Top-Down. Instruktur menentukan kriteria penting dalam elemen serta tingkatannya didasarkan pada  silabus. Kemudian, gambaran detil kinerja dalam setiap kriteria penting dan nilai yang akan diperoleh mahasiswa ditentukan oleh dosen.
  • Bottom-Up. Pengembangan rubrik dilakukan  melalui tahap-tahap berikut:
    • Tugas mahasiswa dikumpulkan  oleh instruktur
    • Berdasarkan tugas-tugas tersebut, instruktur memilih beberapa tugas yang dapat dijadikan model yang mewakili kriteria sangat baik – baik – buruk – sangat buruk.
    • Dari model-model yang dipilih tersebut, instruktur mencari aspek-aspek penting dari tugas untuk diberi nilai
    • Instruktur menentukan gambaran dari kualitas terbaik dan terburuk dari setiap aspek yang telah ditemukan berdasarkan model. Kemudian instruktur menentukan gambaran dari kualitas yang berada di antara terbaik dan terburuk.
    • Instruktur mengujicobakan rubrik tersebut pada tugas-tugas mahasiswa lainnya.
    • Instruktur mereview dan merevisi rubrik.