A. Praktek Baik Asesmen dalam Flipped Classroom
Praktek baik asesmen dalam Flipped Classroom (FC) sebenarnya merupakan praktek baik asesmen pada umumnya yang diterapkan dalam konteks FC. Beberapa praktek baik ini misalnya meliputi:
- Menyelaraskan tujuan asesmen dengan tujuan pembelajaran. Keselarasan tujuan asesmen dengan tujuan pembelajaran menjadi penting karena tujuan utama dari asesmen adalah melihat seberapa jauh tujuan pembelajaran dapat tercapai. Ketidakselarasan akan mengakibatkan ketidakmampuan dalam memperoleh informasi mengenai tercapai tidaknya tujuan pembelajaran.
- Menginformasikan kisi-kisi asesmen dan cara yang akan digunakan dalam melakukan asesmen. Misalnya instruktur memberikan kisi-kisi asesmen di awal semester beserta informasi mengenai jumlah dan jenis item yang akan digunakan dalam asesmen, dan kemampuan apa yang diharapkan untuk menyelesaikan bentuk asesmen tertentu.
- Prinsip short-frequent-low risk atau pendek-sering-rendah resiko. Asesmen hendaknya dilakukan dengan menggunakan jumlah item yang sedikit tetapi sering dilakukan. Selain itu, untuk mengurangi kecemasan yang dapat mengganggu proses asesmen, asesmen sebaiknya dilakukan dengan resiko yang rendah. Misalnya, mahasiswa dapat mengulangi pengerjaan tugas atau tes yang diberikan di kelas untuk memperbaiki hasil pengerjaan tugas atau tes didasarkan pada umpan balik yang diberikan. Tentu saja, instruktur dapat memberikan aturan penalti dalam arti, pengerjaan tes yang kedua kalinya tidak dapat memperoleh nilai maksimal.
- Memberikan umpan balik pada mahasiswa baik kekuatan maupun kelemahannya dan cara memperbaiki kelemahan dalam penguasaan materi. Umpan balik ini dapat diberikan secara umum yang mencakup kelemahan dan kelebihan kelas, maupun secara individual mahasiswa.
- Menggunakan data asesmen kelas atau individual untuk memperbaiki atau mengem- bangkan pembelajarn di masa depan. Perbaikan atau pengembangan ini dapat terkait dengan metode yang digunakan, penambahan atau pengurangan materi, atau penambahan dan pengurangan jam yang dibutuhkan untuk satu topik.
- Menggunakan alat asesmen yang berkualitas baik.
B. Kualitas Asesmen yang Baik
Asesmen yang berkualitas baik harus memiliki paling tidak empat aspek berikut ini:
- Validitas yang tinggi. Asesmen yang memiliki validitas yang tinggi merupakan asesmen yang memiliki ketepatan dalam mengukur tujuan asesmen.
- Reliabilitas yang tinggi. Asesmen yang reliabel membuat hasil asesmen dapat menggambarkan kondisi seseorang dengan akurat.
- Asesmen perlu memiliki kemampuan untuk membedakan mahasiswa yang satu dengan yang lain. Semakin tinggi kemampuan asesmen ini, semakin banyak informasi yang dapat diperoleh dari setiap mahasiswa.
- Bebas bias. Asesmen yang bias akan cenderung merugikan mahasiswa dari satu kelompok dibandingkan kelompok lain. Bias ini dapat membuat kesimpulan mengenai mahasiswa tersebut keliru dan dapat berpotensi merugikan. Misalnya jika hasil asesmen digunakan sebagai dasar untuk memberikan penilaian, asesmen yang bias akan membuat kelompok mahasiswa tertentu memiliki nilai lebih rendah.
C. Tiga Aspek Asesmen dalam Flipped Classroom
Asesmen dalam Flipped Classroom mencakup tiga aspek:
- Asesmen terhadap proses pembelajaran dalam kelas Flipped Classroom
- Asesmen terhadap instruktur dan relasinya dengan mahasiswa di kelas
- Asesmen terhadap hasil belajar mahasiswa
1. Asesmen terhadap Proses Pembelajaran dalam Kelas
Asesmen dalam aspek ini melihat proses pembelajaran dalam kelas. Misalnya asesmen terhadap tingkat kenyamanan mahasiswa mengikuti perkuliahan, tingkat keterlibatan kognitif selama proses kuliah, dan lain-lain. Cukup banyak sumber yang dapat diacu atau digunakan untuk melakukan asesmen terhadap proses pembelajaran di kelas itu sendiri. Beberapa contoh diberikan di bawah ini:
Flipped Learning Assessment Tool
Flipped learning assessment tool (Kim, et.al, 2015) disusun berdasarkan The Revised Community of Inquiry yang terdiri dari 6 aspek; yaitu:
- Teaching Orientation menanyakan apakah kelas berorientasi pada mahasiswa atau dosen.
- Teaching Presence menanyakan apakah pengajar dapat menjalankan teknik-teknik mengajar yang sesuai dengan situasi kelas
- Social Presence menanyakan apakah situasi pengajaran/pembelajaran memberikan dorongan untuk belajar.
- Cognitive Presence menanyakan apakah perkuliahan mendorong mahasiswa berpikir kritis-kreatif dalam membangun pengetahuan mereka.
- Learner Presence menanyakan keterlibatan mahasiswa selama proses perkuliahan, misalnya apakah proses metakognisi dan regulasi diri yang terlibat dalam proses pembelajaran.
- Technology Use menanyakan kemudahan dan keterbiasaan mahasiswa dalam menggunakan teknologi yang terlibat di kelas.
2. Asesmen terhadap Instruktur dan Relasinya dengan Mahasiswa
Aspek ini merupakan asesmen terhadap instruktur itu sendiri dan relasinya dengan mahasiswa, yang dapat meliputi pandangan mahasiswa terhadap bagaimana instruktur berelasi dengan mahasiswa, kompetensi instruktur dalam mengajar, hingga pada pengalaman negatif yang pernah dialami selama perkuliahan.
Salah satu contoh asesmen terhadap instruktur dan relasinya dengan mahasiswa adalah Student Professor Interaction Scale yang disusun oleh Cokley,et al.(2004). Skala tersebut terdiri dari delapan aspek; yaitu:
- Interaksi yang penuh penghargaan, yang menanyakan apakah instruktur berelasi dengan menghargai mahasiswa sebagai individu, memberikan ekspektansi yang jelas, kenyamanan berinteraksi dengan mahasiswa dari latar belakang berbeda, dll.
- Bimbingan / panduan karir, yang menanyakan apakah instuktur memberikan pandangan akan karir di masa depan, bantuan dalam memahami materi, dll.
- Kemudahan didekati, yang menanyakan apakah instruktur memberi ruang memadai dan bersedia diajak berdiskusi terkait dengan materi, nilai, dan permasalahan akademis lain.
- Pentingnya relasi instruktur-mahasiswa, yang menanyakan seberapa besar pengaruh relasi instruktur-mahasiswa terhadap mahasiswa dari persepsi mahasiswa.
- Sikap peduli, yang menanyakan apakah instruktur peduli terhadap kondisi mahasiswa secara umum.
- Interaksi di luar kelas, yang menanyakan apakah relasi instruktur-mahasiswa juga terjadi di luar kelas.
- Keterhubungan, yang menanyakan apakah instruktur memahami latar belakang budaya mahasiswa yang berbeda.
- Aksesibilitas, yang menanyakan apakah instruktur dapat ditemui di luar kelas ketika dibutuhkan.
- Pengalaman negatif, yang menanyakan apakah mahasiswa memiliki pengalaman tidak menyenangkan, termasuk di dalamnya perundungan, selama proses pembelajaran.
3. Asesmen Hasil Belajar Mahasiswa
Asesmen hasil belajar mahasiswa pada dasarnya menggali informasi mengenai hasil pembelajaran yang dilakukan mahasiswa, seperti penguasaan terhadap materi, peningkatan ketrampilan, perubahan sikap, dll. Asesmen hasil belajar ini sangat bervariasi tergantung pada materi yang diukur, tetapi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategorisasi.
Waktu Pelaksanaan Asesmen
Berdasarkan waktu pelaksanaannya, asesmen hasil belajar dapat dibedakan menjadi:
- Preformatif, yaitu asesmen yang dijalankan seiring dengan berjalannya proses pembelajaran di luar kelas
- Formatif, yaitu asesmen yang dijalankan untuk memonitor pembelajaran mahasiswa yang diberikan pada akhir tiap unit materi. Informasi yang diperoleh biasanya digunakan untuk meningkatkan proses pembelajaran oleh instruktur.
- Sumatif, merupakan asesmen yang digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar mahasiswa berdasarkan kriteria tertentu. Meskipun tujuan dari asesmen sumatif diarahkan pada memberikan nilai pada mahasiswa, tetapi informasi yang diperoleh juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran di perkuliahan berikutnya.
Proses Kognitif yang Diukur
Berdasarkan proses kognitif yang diukur, asesmen hasil belajar dapat digolongkan dalam:
- Asesmen Lower Order Thinking (LOT) yang mengukur proses-proses kognitif seperti mengingat, memahami dan menerapkan baik dalam situasi yang sama maupun berbeda. Asesmen ini dapat dilakukan di tiap pertemuan dengan menggunakan kuis online, sistem respon seperti PollEverywhere, dll. Asesmen juga dapat dilakukan secara lebih umum dalam Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester, dll.
- Asesmen Higher Order Thinking (HOT) yang mengukur proses-proses kognitif seperti menganalisis, mengevaluasi dan berpikir kreatif. Di dalam tiap pertemuan, proses berpikir ini dapat diases menggunakan diskusi kelas, debat, pembahasan kasus, dll. Sementara di akhir perkuliahan mahasiswa juga dapat diukur dengan menggunakan tugas menulis, presentasi poster, makalah, dll.
D. Rubrik
Rubrik merupakan alat bantu untuk melakukan penilaian yang berisi daftar elemen perkuliahan yang akan dinilai sekaligus gradasi kualitasnya. Elemen perkuliahan ini termasuk di dalamnya partisipasi di kelas, perilaku kerja sama tim, kreativitas, hasil tulisan, dan karya atau aktivitas kelas lainnya.
1. Praktek Baik Penggunaan Rubrik
Penggunaan rubrik secara efektif dapat meningkatkan tidak hanya kualitas penilaian tetapi juga mendukung proses pembelajaran. Berikut adalah beberapa praktek baik dalam penggunaan rubrik:
- Idealnya, satu rubrik digunakan untuk menilai satu elemen perkuliahan. Namun demikian jika elemen perkuliahan memiliki kemiripan satu sama lain, dimungkinkan untuk memiliki rubrik yang sama. Misalnya tugas-tugas kuliah yang mengukur proses kognitif yang sama dapat memiliki rubrik yang mirip.
- Isi rubrik diinformasikan kepada mahasiswa. Informasi ini diberikan selain karena alasan transparansi, dapat meningkatkan motivasi belajar mahasiswa.
- Tugas atau ujian diserahkan oleh mahasiswa beserta penilaian mahasiswa terhadap karyanya sendiri menggunakan rubrik.
- Rubrik dapat digunakan secara praktis untuk memberikan penilaian dengan cara menandai, dengan lingkaran atau tanda centang, tingkat kualitas mana yang telah dicapai oleh mahasiswa.
- Rubrik direview dan direvisi secara berkala untuk meningkatkan kesesuaian dengan tujuan asesmen.
2. Pengembangan Rubrik
Pengembangan rubrik dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan :
- Top-Down. Instruktur menentukan kriteria penting dalam elemen serta tingkatannya didasarkan pada silabus. Kemudian, gambaran detil kinerja dalam setiap kriteria penting dan nilai yang akan diperoleh mahasiswa ditentukan oleh dosen.
- Bottom-Up. Pengembangan rubrik dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
- Tugas mahasiswa dikumpulkan oleh instruktur
- Berdasarkan tugas-tugas tersebut, instruktur memilih beberapa tugas yang dapat dijadikan model yang mewakili kriteria sangat baik – baik – buruk – sangat buruk.
- Dari model-model yang dipilih tersebut, instruktur mencari aspek-aspek penting dari tugas untuk diberi nilai
- Instruktur menentukan gambaran dari kualitas terbaik dan terburuk dari setiap aspek yang telah ditemukan berdasarkan model. Kemudian instruktur menentukan gambaran dari kualitas yang berada di antara terbaik dan terburuk.
- Instruktur mengujicobakan rubrik tersebut pada tugas-tugas mahasiswa lainnya.
- Instruktur mereview dan merevisi rubrik.
Recent Comments