Novena Reformatio: Jiwa Besar dan Hati Rela Berkorban

Karena doa dan perantaraan Santo Aloysius Gonzaga, anugerahilah kami kegembiraan dalam menjalankan panggilan kami pada zaman ini – lantunan dari doa pembuka Novena Reformatio Vitae ini menjadi awal yang indah bagi kami, civitas academica Sanata Dharma untuk memulai sebuah permenungan dengan tema “Jiwa Besar dan Hati Rela Berkorban”. Renungan ini diselenggarakan dalam rangka Jubilee St. Aloysius Gonzaga pada hari Minggu, 3 Juni 2018, bersama Rm. Priyono Marwan, SJ sebagai pembicara dan Rm. Hendra Dwi Asmara, SJ sebagai moderator. “Hari ini kita akan berdialog, semoga percakapan ini mampu membuka dan menggerakkan hati kita”, ungkap Rm. Pri ketika mengawali talk show.

Dengan penuh semangat, beliau mulai mengutarakan apa maksud dari “Jiwa Besar dan Hati Rela Berkorban”. Seperti yang telah tertulis pada Latihan Rohani St Ignatius No. 5: bagi yang akan menjalani Latihan Rohani, sangat berguna bila dia masuk dengan jiwa besar dan hati rela berkorban untuk Pencipta dan Tuhannya, serta mempersembahkan kepada-Nya seluruh kehendak dan kemerdekaannya, agar keagungan ilahi mau mempergunakan pribadi dan segala miliknya menurut kehendak-Nya yang mahakudus. Jiwa besar dan hati rela berkorban merupakan disposisi / sikap diri dari setiap pribadi sebelum menjalankan Latihan Rohani yang sangat menentukan dalam keberhasilan Latihan Rohani. Hal ini hendak mengajak setiap pribadi untuk bersedia berkorban dan bersungguh-sungguh memberikan diri demi menjalankan kehendak Tuhan.

Dalam prosesnya, Latihan Rohani tidak selalu menyenangkan. Tentu diperlukan jiwa besar dan kerelaan untuk berkorban, termasuk jika ia harus melewati perjuangan berat yang menuntut penyangkalan diri. “Pointnya adalah, bagaimana tanggapan kita pada tindakan Tuhan. Seorang Superior Yesuit bahkan diminta siap sedia untuk menerima kematian demi serikat, seperti yang tertulis dalam Kitab Cinta Kasih ini”, ungkapnya seraya menunjukkan buku Konstitusi Serikat Yesus. Rm. Pri menambahkan, “Kemurahan hati dan ketabahan jiwa juga diperlukan baginya sehingga ia dapat bertanggung jawab, tegas, konsisten, tidak kehilangan keberanian, mampu mengatasi segala macam peristiwa, dan tidak luluh oleh sanjungan”.

Di penghujung talk show Rm. Pri memberikan sebuah pertanyaan permenungan, “Bagaimana dengan kita? Apakah kita mau menanggapi apa yang Tuhan minta?”. Paus Fransiskus pernah berkata bahwa memiliki hati yang luar biasa dan kebebasan pikiran merupakan keutamaan kemurahan hati. Itu berarti seseorang memiliki cita-cita yang besar serta keinginan untuk melakukan hal-hal hebat untuk menanggapi apa yang Tuhan inginkan dari kita.

“Setiap dari kita sama-sama memiliki waktu 24 jam yang dapat kita dedikasikan untuk menanggapi panggilan-Nya melalui sesama, lewat hal-hal yang bahkan sangat sederhana. Misalnya seperti menyediakan waktu untuk mendengarkan curhatan teman, banyak hal yang bisa dilakukan untuk orang lain, orang yang berbeda dengan kita”, ujar Rm. Pri.

Bantulah kami untuk mewujudkan keterbukaan dan pertobatan kami secara nyata dalam tindak kemurahan dan kebesaran hati kami”,

Kiranya penggalan novena ini senantiasa memberi kita rahmat keterbukaan hati untuk bertobat.

Via & Dimas

Ignatian Study Club

 

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true” id=”” class=”” style=””]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *