Menuntut Perjuangan

Renungan Hari Minggu Adven III

Seperti halnya pelangi, yang tak akan hadir tanpa hujan, kebahagiaan seringkali menuntut perjuangan. Memang ada kebahagiaan-kebahagiaan kecil dan sederhana, kebahagiaan yang cuma-cuma. Namun juga ada kebahagiaan yang menuntut kerja keras, menutut perjuangan yang tidak mudah.

Permenungan ini aku miliki dalam pengalamanku ketika aku bisa mengikuti salah satu kegiatan yang diselenggarakan oleh Kemendikbud. Aku mendapatkan surat tugas untuk ditempatkan di daerah pedalaman, yang aksesnya masih sulit.  Agar bisa mencapai ke tempat tujuanku, salah satunya, aku harus menggunakan pesawat. Ketika hari H tiba, di perjalanan menuju tempat tugasku, pesawatku mengalami kendala penerbangan. Di saat aku check-in terjadi perubahan pada tiket pesawatku. Penerbanganku delay sehari pada saat transit. Seketika aku panik dan bergumam di dalam hati “Tuhan aku sangat senang mengikuti kegiatan ini. Tapi aku capek. Aku mau cepat sampai tujuan supaya bisa istirahat, aku ingin tidur. Kenapa pesawatku harus delay sehari? Aku bingung ketika nanti aku transit maka aku harus nginap di mana dan ke mana?” Pada saat aku take-off untuk transit, di sebelah tempat dudukku, aku bertemu dengan seorang bapak dan beliau menanyakan kemana tujuanku. Aku menjawab dan aku pun bercerita bahwa jadwal penerbanganku  delay sehari. Bapak itu memberi saran kepada ku setelah tiba di bandara nanti, langsung saja ke customer service dan menanyakan tentang jadwal penerbangan yang ada di pada tiket pesawatku. Ketika aku tiba di bandara dan aku langsung ke customer service mendapatkan informasi mengenai penginapan dan besok paginya aku take off dan sampai ketempat tujuanku.

Perjuangan memang kadang terasa melelahkan. Bahkan untuk sesuatu yang menyenangkan, aku pun perlu membayarnya dengan rasa bosanku, rasa takut, rasa cemas dan segala upayaku. Namun, bukankah rintangan dan kesusahan membuat hidup lebih menemukan maknanya ?

Aku pun merenungkan, pengharapan yang aku coba maknai dalam masa Adven ini bukanlah pengharapan yang pasif. Bukan pengharapan yang sekedar menanti, bukan pengharapan yang berisi tentang kesabaran tanpa apa-apa. Aku merenungkan bahwa pengharapan yang menumbuhkan sukacita akan datangnya Tuhan adalah pengharapan yang perlu diupayakan dengan perjuangan. Berjuang untuk memaknai hidup, berjuang untuk mengusahakan hidup yang semakin dalam, berjuang untuk memiliki hidup yang lebih baik.

Aku pun percaya, ketika aku membaca bacaan pada hari ini, bahwa berani menerima suatu pengharapan berarti berani berjumpa dengan Tuhan, terbuka pada apa yang dilakukan-Nya, berani untuk beranjak, dan bukan tenggelam dalam penantian yang pasif. Bukankah pengharapan menjadi tanpa makna bila terlepas dari perjuangan?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *