Menjadi Kasih dan Melawan Hoax

Dalam pesannya di Hari Komunikasi se-Dunia pada 24 Januari 2018 lalu, Paus Fransiskus berpesan kepada seluruh umat Katolik untuk memerangi berita hoax dan berbagai hal yang dapat menimbulkan perpecahan yang marak terjadi sekarang ini. Lewat ajakan Paus ini, Campus Ministry Universitas Sanata Dharma bersama kelompok Ignatian Study Club, menyelenggarakan diskusi bertemakan “Menjadi Pewarta Kasih dan Perdamaian di Tengah Dunia”.

Radikalisme agama, berbagai hal yang berkaitan dengan berita hoax, dan tindakan-tindakan yang bisa dilakukan oleh para Orang Muda Katolik menghadapi hoax dan radikalisme menjadi pokok bahasan dalam diskusi ini. Tim Promosi Panggilan Serikat Yesus (PromPang SJ) serta Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Semarang (KomSos KAS), hadir sebagai pembicara dalam diskusi yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 10 Maret lalu, di Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma.

Pada sesi pertama, Fr. Dodo Hinganadya, SJ (Fr. Dodo) dan Fr. Philipus Bagus Widyawan, SJ (Fr. Wawan) dari PromPang SJ banyak berbicara terkait fenomena radikalisme di Indonesia ini. Secara terminologi, radikal memiliki arti yang positif, yaitu mengakar. “Sesungguhnya radikal itu baik. Kami para Frater dan Romo itu juga radikal lho, karena kami membela suatu paham tertentu” ungkap Frater Dodo. Radikalisme berbeda dengan radikal. Radikal dengan penambahan ‘isme’ memberikan makna suatu paham yang menginginkan pembaharuan sosial dan politik dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

Fr. Wawan mengungkapkan bahwa radikalisme agama bersumber dari mereka yang beragama tapi tidak mengimani agamanya itu. Agama seharusnya menjadi sarana untuk beriman, dan iman harus berjalan dengan mengutamakan relasi kita dengan Tuhan. Dari situlah kita akan mampu untuk menghindari cara pikir yang dualistik (pandangan akan adanya yang baik-buruk, benar-salah, beriman-kafir). Cara pandang seperti ini hanya akan menciptakan tembok pemisah yang membuat kita terpisah satu dengan yang yang lain.

Pembicaraan mengenai marakanya persebaran berita hoax menjadi fokus diskusi pada sesi yang kedua bersama Romo Y. Slamet Witokaryono, Pr. Romo Wito mengatakan bahwa budaya masyarakat Indonesia yang malas membaca merupakan salah satu faktor penyebab maraknya persebaran berita hoax di Indonesia. Masyarakat terbiasa hanya sekadar membaca judul yang “unik” lalu dengan begitu mudahnya membagikan berita tersebut tanpa berusaha mecari tahu kebenaran dari isi berita tersebut.

Rm Wito, Pr

Romo Wito juga mengingatkan kepada siapa pun, bahwa sekarang adalah saatnya bagi kita untuk tidak hanya menjadi penerima berita hoax, namun justru mampu untuk menjadi pemain dalam penyebaran berita yang valid. Membaca dan menyikapi semua berita dengan bijak adalah kunci utama untuk melawan berita hoax.

Dalam spiritualitas Ignatian, dunia adalah tempat Tuhan berkarya, sama seperti Yesus yang menjadi daging, bersedia meninggalkan tahta mulia untuk masuk dalam hiruk pikuk kehidupan manusia. Lewat diskusi ini pula, Ignatian Study Club mengajak seluruh umat Katolik untuk turut serta menciptakan dunia yang baik, dengan aktif melawan hoax dan radikalisme secara bijak. Persaudaraan dan perdamaian dapat terwujud jika kita bisa terlebih dahulu mau untuk menghadirkan persaudaraan dan perdamaian itu dalam pikiran kita masing-masing.

Pantang Hoax

 

-Dimas Hanung & Via

Ignatian Study Club

Campus Ministry USD

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *