Ekaristi dalam Keluarga

Saya teringat kisah waktu kecil di meja makan.

Waktu itu saya masih TK atau SD (saya lupa tepatnya).

Suatu hari, saya menceritakan khayalan saya di meja makan (makan malam).

Sampai sekarang saya masih ingat cerita itu,

“Papa.. Mama..

Tadi aku naik mobil.. aku yang nyetir..

Mobilnya terbang.. aku ketemu penjahat.. aku jadi jagoan..

Aku lawan mereka.. ciat.. ciat.. ciat..

Aku sampai terguling-guling di taman yang hijau itu..

Gelundung-gelundung sampai bawah.. dst.. dst..”

(nggak logis sih.. tapi itu yang terjadi..)

Tapi yang membuat saya heran sampai sekarang..

Saya ingat sekali kedua orangtua saya waktu itu tidak marah..

Apalagi tertawa.. mereka begitu serius mendengarkan cerita saya..

Bahkan menanggapi pula dengan serius..

“Oh ya..? Terus gimana..?”

“Oh.. gakpapa.. aku terus bangun.. bangkit lagi.. (dst.. dst..)”

Lalu mama pun berkata,

“Hah dulu.. buka mulut.. ini dimakan..” ia mencoba menyuapin saya..

Dan cerita pun berlanjut.. akhirnya kami pun makan sambil bercerita..

Adik-adik saya waktu itu.. masih kalem-kalem.. gak banyak cerita..

(Sekarang udah gak lagi..hehe..)

Saya yang paling banyak cerita waktu itu..

Namun, yang menarik pula.. dari meja makan itu..

saya memperoleh banyak cerita mengenai sejarah kehidupan kedua orangtua saya, termasuk keluarga besar kami.

Ketika belajar Teologi, terutama mengenai Ekaristi..

Saya mengingat kisah ini..

Dan akhirnya, saya pun berani menyimpulkan

Inilah Ekaristi dalam Keluarga

Makan bersama dalam keluarga adalah Ekaristi juga.

Mari kita melihatnya satu per satu :

1) Ritus Pembukaan 

Perarakan : Ini ketika mama berteriak.. “Makan.. makan..” dan kami pun berlarian ke meja makan. “Perarakan” dimulai.

Tanda Salib – Doa Pembukaan : Makan dibuka dengan tanda salib dan doa sebelum makan.

2) Liturgi Sabda

– Bacaan Pertama, Kedua, Injil : Inilah kisah-kisah yang diceritakan orangtua kepada kami anak-anaknya. Biasanya mengenai kisah hidup mereka dan kisah keluarga besar kami.

Mazmur Tanggapan : Tanggapan kami (sebagai anak) biasanya dengan mengisahkan kisah (atau khayalan) kami hari itu.

– Dan Alleluya, orangtua kami berusaha memahaminya dan menganggapnya tidak sebagai sebuah kebodahan seorang anak kecil. Justru mereka menghargainya.

Homili : Ketika orangtua mulai memberi wejangan kepada kami anak-anaknya.

Syahadat / Kredo : Kami percaya bahwa kami saling mencintai dan ada kepercayaan di antara kami. Kami bisa leluasa bicara di meja makan tanpa perlu ditutup-tutupi.

Doa Umat : Inilah saatnya kami mengungkapkan keinginan kami (sebagai anak) kepada orangtua, “Papa.. Mama.. mau sepatu baru.. tas baru.. baju baru.. dlsb..” (Tapi sayangnya tidak setiap permohonan kami dikabulkan, karena mereka tahu yang terbaik bagi kami – anak-anaknya.)

3) Liturgi Ekaristi

– Persiapan Persembahan : Yang paling sibuk biasanya mama.. menyiapkan dan menyajikan segala makanan di atas meja.

Persembahan : ketika mama, bilang “Semua sudah siap..”, pada saat itu persembahan pun sudah siap (tertata rapi di meja).

Kudus : Biasanya terungkap dari ucapan syukur dari papa, “Kita perlu bersyukur.. walaupun hanya tahu-tempe.. tapi kita masih bisa makan..”

Doa Syukur Agung (konsekrasi) : Ketika nasi, tahu-tempe, dan air putih juga menjadi tanda kehadiran Allah di tengah-tengah keluarga kami. [Maaf, jangan dicampuraduk.. lalu mengatakan bahwa “roti” dan “anggur” lalu bisa diganti-ganti seenaknya dalam ekaristi.. ini bukan dalam ranah itu.. mohon dimaklumi..!!]

4) Komuni

Doa Bapa Kami : “Makasih pa.. ma.. hari ini kita masih bisa makan..”

Doa Damai – Salam Damai : Ketika kami saling tersenyum.. dan melihat betapa bahagianya ada makanan di hadapan kami..

Pemecahan Hosti : Ketika nasi dan tahu-tempe mulai dibagikan ke piring kami masing-masing.. biasanya mama yang melakukan ini..

– Komuni : Inilah waktunya.. makan makanan yang sudah tersedia di hadapan kami..

5) Penutup

– Antifon Komuni (ketika itu juga membersihkan piala, patena, dan purificatorium) : Selesai makan, kita mulai mengucapkan “antifon” setelah makan, “Syukur kepada Allah.. aku bisa makan dan kenyang hari ini..” dan kami pun mulai membersihkan piring, gelas, dan meja makan.

– Doa setelah komuni (doa penutup) : Makan bersama pun ditutup dengan doa penutup, biasanya salah satu diantara kami yang memimpinnya (ganti-gantian).

– Berkat dan Pengutusan : Ada kalimat yang selalu diulang-ulang, “Sana.. belajar lagi.. kerjakan PR-mu..” (bertahun-tahun itu selalu terjadi).. kalau nggak papa.. ya mama yang bilang itu setelah makan selesai.

– Perarakan keluar : Satu per satu kami meninggalkan meja makan.. dan saya pun biasanya harus belajar (alias mengerjakan PR) dan ditungguin sampai selesai (ini yang kadang paling membosankan – sekolah terlalu banyak memberi PR).

Maka saya pun berani mengatakan,

Jika ingin memaknai Ekaristi, yang kita rayakan tiap hari minggu di Gereja, paling tidak kita bisa memulainya dari..

Ekaristi di dalam keluarga kita masing-masing..!”   

Nikolas Kristiyanto, SJ

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *