Conversar Arrupe: Menjaga Rumah Kita Bersama

Forum berbagi kisah dan kasih Conversar Arrupe yang ketiga dihelat kembali. Pada kesempatan kali ini, Campus Ministry mengundang seorang alumnus Universitas Sanata Dharma yang mempunyai passion di bidang lingkungan hidup, lebih khusus lagi mengenai perlindungan satwa liar. Adalah Daniek Hendarto, alumnus Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi USD tahun 2001 yang kini aktif berkecimpung dalam dunia perlindungan orangutan melalui sebuah Non Govermental Organisation bernama Centre for Orangutan Protection (COP).

Mas Dani, begitu ia sering disapa, bertutur bahwa awal mula ia terjun ke dunia perlindungan satwa liar adalah karena rasa keprihatinannya terhadap kondisi sosial masyarakat Indonesia yang dirasa kurang ada yang peduli dengan satwa liar. Inilah yang menjadi pondasi awal Mas Dani tergabung dalam berbagai kegiatan sosial perlindungan satwa semenjak masih menjadi mahasiswa.

Secara lebih lanjut Mas Dani bercerita bahwa memilih orangutan sebagai salah satu satwa yang berusaha ia dan COP lindungi karena 97 % gen orangutan itu sama dengan manusia. Selain itu,  orangutan adalah spesies hewan penebar biji. Biji yang nantinya disebar akan tumbuh menjadi tumbuhan hijau. “Melindungi orangutan berarti melindungi hutan”, begitu ia coba menggarisbawahi.

Upaya penyelamatan orangutan yang telah dihidupi Mas Dani berserta teman-teman dari COP tidaklah selalu berjalan mulus. “Ganjalan yang kami hadapi dalam penyelamatan orangutan ini biasanya berasal dari tentangan korporasi-korporasi yang ingin membabat hutan dan kadang kala tentangan dari pihak kementrian kehutanan sendiri.”

Kamis, 27 Agustus 2015, Angkringan Mojok menjadi saksi cerita Mas Dani tentang perjuangannya melawan korporasi yang berusaha merusak alam dan satwa di dalamnya. Tahun 2011 ketika terjadi pembabatan hutan besar-besaran di Kalimantan, banyak satwa liar termasuk orangutan menjadi korban kekejamannya. Ia dan teman-teman COP berusaha mendokumentasikan kekejaman yang dilakukan oleh korporasi saat pembabatan hutan itu lalu mengunggah videonya. Dengan cara ini diharapkan masyarakat luas akan tergugah hatinya untuk mau ikut turun tangan dalam upaya pencegahan kerusakan alam secara lebih luas lagi.

“Saya selalu yakin bahwa perubahan dimulai dari hal-hal yang kecil. Itulah yang coba saya lakukan di COP, dengan mengajak ribuan volunteer, masyarakat luas, untuk bersama menjadi an agent of change dalam upaya pelestarian lingkungan alam ini,” ungkap Manajer COP area Jawa Sumatera ini di sela-sela penjelasannya tentang kampanye perlindungan orangutan bertajuk Sound for Orangutan yang akan diselenggarakan di Jogjakarta.

Disinggung tentang masa-masa kuliah di Sanata Dharma, Mas Dani mengatakan bahwa Universitas Sanata Dharma telah memberikan ruang dialog yang cukup luas baginya dalam mengembangkan kebenaran yang ia yakini dan jalani kini. Namun, kritikan yang tajam tentang kurikulum pendidikan di Indonesia juga terlontar darinya. Bahwa pendidikan seharusnya tidak hanya terhenti sebatas mengasah otak, tetapi mampu memunculkan aksi nyata. Berubah dari ‘sebutkan’ menjadi ‘lakukan’.

Angga Dwi Putra, salah seorang perwakilan dari Bike for Autism and Mangroves, yang malam itu duduk bersama Mas Dani juga mengimani bahwa perubahan selalu dimulai dari hal-hal kecil. Kepedulian-kepedulian yang coba ditunjukkan terhadap hal-hal spesifik dengan cara-cara yang menarik nyatanya mampu menggalang dukungan dari masyarakat luas. Aksi bersepeda dari Jogja ke Bali dipilih sebagai salah satu upaya membangkitkan awareness masyarakat bahwa autis bukan merupakan sebuah penyakit yang harus dijauhi. Bahwa mangroves selain sebagai sebuah sabuk yang melindungi daratan dari abrasi juga merupakan lingkungan hidup yang harus senantiasa dirawat kelestariannya.

Romo Krispurwarna, S.J., memberikan benang merah bahwa dalam sejarahnya Pendidikan di Jesuit selalu mengajarkan untuk menjadi man for others. Bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berorientasi untuk menjadikan orang peduli dengan sesama dan lingkungan.

Namun, dewasa ini kepedulian untuk menjaga lingkungan itu perlahan mulai tergerus oleh jaman. “Ini adalah buah dari pendidikan yang hanya berorientasi mengasah otak”, begitu beliau menambahkan. Pendidikan yang baik haarusnya mampu menghasilkan pengetahuan yang menggerakkan kesadaran dan menghasilkan perbuatan.

Perbuatan sederhana yang mampu menyelamatkan alam dari kerusakan, seperti membuang sampah pada tempatnya harus menjadi sebuah kebiasaan yang terus-menerus dibudayakan. Karena menjaga lingkungan alam adalah usaha menjaga perdamaian dunia.

(Wahyu NC/CM)

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *