Conversar Arrupe: Berkarya Bersama

Ishari Sahida atau yang lebih akrab dengan nama Ari Wulu hadir di tengah-tengah acara Conversar Arrupe yang diadakan Campus Ministry pada Kamis, 12 Maret 2015. Dalam dunia seni, khususnya di Yogyakarta, nama tersebut pastilah tidak asing. Ari Wulu adalah salah seorang yang berada di balik hingar bingar perhelatan tahunan Festival Kesenian Yogyakarta sejak 2013. Darah seni yang menurun dari ayahnya yang juga seniman ternama Jogja, (alm.) Sapto Rahardjo, membuat pria beralmamater Program Studi Sastra Inggris ini memiliki kepedulian lebih dalam bidang seni.

Dalam acara Conversar Arrupe, Mas Wulu banyak bercerita tentang bagaimana dia bisa terlibat dalam kegiatan-kegiatan seni yang ada di kota Jogja ini. Mulai dari bagaimana awal proses terlibat dalam Festival Kesenian Yogyakarta, hingga menjadi Board Director atau salah satu ketua di acara prestisius tersebut. Beliau juga banyak bercerita tentang FKY, tak hanya bagian menyenangkan dari acara tersebut, namun juga bagian-bagian kelamnya. Mulai dari dukungan pemerintah setempat yang beliau rasa kurang tepat sasaran, hingga penghargaan kepada seniman yang kadang sangat kurang.

Namun, bagi beliau hal-hal itu bukanlah suatu hambatan yang bisa membunuh kreativitas seseorang dalam berkarya. Bagi pria kelahiran 7 Juni 1979 ini, semua hambatan bisa diatasi dengan cara berkarya bersama dengan seniman-seniman lainnya maupun dengan orang yang dekat dengan dunia panggung gemerlap. Tentu saja dengan perhitungan yang sangat terencana dan kesiapan menghadapi segala risiko yang ada. Hasilnya, FKY25 dan FKY26 menjadi begitu meriah dan banyak orang yang ingin datang ke FKY. Singkatnya, FKY kembali bersinar dua tahun terakhir ini.

Mas Wulu yang sempat menyebut Kampus Sanata Dharma sebagai kampus romantis juga sempat berkata bahwa sebuah imajinasi tak bisa di batasi. “Tabrak wae, ora sah wedi. Sing penting ora gawe rugi wong liya,” (“Tabrak saja, tidak usah takut. Yang penting tidak merugikan orang lain”) begitu ucapnya saat ditanya bagaimana beliau tetap bisa berlaku kreatif. Mas Wulu yang telah aktif berkarya dalam dunia seni dan pertunjukan selama menjadi mahasiswa pun bertutur bahwa kreativitas bermula dari self-awareness atau rasa kepedulian kita dengan sesama dan lingkungan sekitar kita.

Romo Alb. Buddy Haryadi, SJ yang juga turut serta menjadi narasumber di acara ini menambahkan bahwa di dalam pendidikan Jesuit, apa yang telah dilakukan Mas Wulu ini adalah suatu perwujudnyataan sebuah imajinasi yang digabungkan dengan pengetahuan dan hati. Kreativitas bukan sesuatu yang kodrati diterima manusia, melainkan sesuatu yang dibuat melalui serangkain kepedulian. Romo Buddy yang merupakan kepala Pusat Studi Ignasian USD juga memberi benang merah tentang cerita Mas Wulu dalam mengatasi semua hambatan. Bahwa dalam Spiritual Ignatian, kita memang harus tahu seberapa jauh batas kita dan punya cara untuk melampaui batasan itu. Secara tidak langsung Romo Buddy juga mengatakan bahwa apa yang telah dikaryakan Mas Wulu selama ini merupakan wujud nyata dari semboyan Universitas Sanata Dharma, cerdas dan humanis.

Lalu, saya sebagai seorang yang pernah dan masih ada di lingkungan sekitar Universitas Sanata Dharma, berpikir “Sudahkah aku, kita, menunjukkan perilaku cerdas dan humanis yang nyaris saban hari kita ucap dan dengar itu?”

(CA)

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *