Bukan Tentang Keharusan

Refleksi Awal Tahun 2023

Mungkin bagi sebagian orang, hidup adalah cerita tentang keharusan. Harus mencapai ini dan itu, harus bisa, harus sesuai. Mencapai sebuah keharusan adalah sesuatu yang baik. Mencapai sebuah keharusan adalah sesuatu yang menyenangkan. Dalam beberapa kurun waktu peristiwa dalam hidupku, aku pun memiliki pemaknaan hidup semacam itu. Hidup adalah rangkaian tentang keharusan. Aku harus meraih yang terbaik dalam belajarku, aku harus bisa lebih dari orang lain, aku harus menang dalam berkompetisi, aku harus hidup tertata, dan pada beberapa peristiwa, aku merasa bahwa aku harus selalu bahagia, harus selalu gembira, harus selalu semangat. Hidup adalah kumpulan cerita tentang keharusan.  

Hingga pada suatu masa aku mengalami peristiwa hidup yang berbeda. Kenyataan yang aku miliki seolah-olah berlawanan dengan apa yang menjadi makna hidupku. Dalam bidang akademis, aku mengalami penurunan nilaiku. Sering aku tidak mengerti apa yang aku pelajari, ataupun apa yang disampaikan oleh guruku. Sering aku tidak dapat mengerjakan dengan baik ujian-ujian yang harus aku hadapi. Dengan peristiwa itu, aku merasa bahwa aku jauh dari pemaknaan akan hidup yang baik yang aku miliki. Aku jauh dari pencapaian bahwa aku harus mencapai nilai yang baik, bahwa aku harus mengerti semua apa yang aku pelajari, bahwa aku harus mengerjakan ujian yang kuhadapi dengan baik. Ada dalam suatu masa pula, aku mengalami kenyataan bahwa aku tidak lolos program beasiswa bergengsi. Tentu, aku merasa hidupku, lagi-lagi, jauh dari pemaknaan yang selama ini aku miliki. “harusnya” aku dapat lolos dan meraih program beasiswa yang bergengsi itu. Tetapi ternyata tidak. aku jauh dari satu keharusan lagi dalam hidupku. Pada suatu masa pula, aku menemukan diriku begitu terpuruk dalam kesedihan, dalam keresahan. Merasa berantakan, merasa banyak sekali yang harus dikerjakan, merasa bosan, gamang, cemas, dan hampa. Seperti merasa aku tidak memiliki semangat untuk menjalani, merasa bahwa aku begitu bosan dan kehilangan gairah dalam menjalani yang harusnya aku perjuangkan. Semakin jauh dengan standar pemaknaan hidup yang ideal bukan? Di kala aku merasa bahwa hidup adalah cerita tentang keharusan, harus selalu semangat, harus selalu gembira, harus bahagia, harus bisa bergairah, tentu aku merasa diriku kehilangan makna. Begitu lemah, dan merasa hidupku adalah sesuatu yang tidak hidup. 

Hingga pada suatu masa aku teringat seorang temanku yang sangat sering berkata ya ndak apa apa. Apapun masalahnya, apapun keluhan yang aku ceritakan, rasanya selalu dijawab dengan ya ndak apa-apa. Sangat terbalik dengan apa yang aku maknai tentang hidup ini, hidup yang penuh keharusan. Aku renung-renungkan, jawaban ya ndak apa-apa itulah yang mengubahku. Lelah juga memaknai hidup sebagai cerita yang melulu tentang keharusan. Hidup rasanya menjadi tegang. ke-tidak-apa-apa-an yang hampir selalu diucapkan temanku itu membuatku belajar, bahwa disamping memperjuangkan yang baik, bukankah aku juga perlu belajar untuk menerima sesuatu yang mungkin belum sesuai dengan targetku? 

Nyatanya, setahun ini aku juga mengalami jatuh bangun. Apabila aku memaknai hidup hanya melulu tentang sebuah keharusan, mungkin aku akan kehilangan makna hidupku. Karena, tidak semuanya melulu tentang keharusan. Adakalanya, hidup adalah tentang penerimaan, pengampunan, dan ketabahan. 

Pada awal tahun, tanggal 1 Januari, Gereja merayakan Hari Raya Maria Bunda Allah. Bersama perayaan itu, dan dengan apa yang terjadi dalam hidupku, aku pun merenungkan, bukankah Bunda Maria pun adalah sosok Ibu yang penuh penerimaan, pengampunan, teladan ketabahan, namun juga pengharapan? bukankah Bunda Maria juga menjadi figur yang dekat dengan anak-anaknya, mampu mengenali perjuangan anak-anaknya, selalu terbuka pada anak-anaknya yang terluka, mampu memahami, dan memberikan ketabahan? Hidup Bunda Maria pun juga hidup yang penuh dengan penerimaan. Mau menerima apa yang menjadi kehendak Allah, bukan mengharuskan apa yang menjadi kehendak pribadinya yang terjadi. 

Maka, tahun ini pun aku ingin memaknai hidupku lebih dalam. Hidup tidak lagi melulu tentang keharusan. Tetapi hidup juga bercerita tentang bagaimana aku menerima segala apa yang terjadi. Menjadi tenang, tabah, menerima, namun tetap berpengharapan. Dengan pemaknaan ini, mungkin aku dapat menjalani hidupku lebih tenang. Mungkin tidak selalu senang, namun mungkin aku akan menjadi lebih terbuka pada apapun yang dianugerahkan untuk aku alami. 

Penulis : Nirvana Mulia Sulistya
Student Staff Campus Ministry

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *