Berbeda Memberi Warna

Berbeda memberi warna, itulah salah satu slogan yang terpampang di tembok pembatas yang mengelilingi asrama Student Residence yang dibuat dalam bentuk mural. Slogan tersebut mengingatkan saya ketika beberapa tahun silam menginjakkan kaki di Yogyakarta. Awal ketika melihat tulisan tersebut tidak ada makna yang tersirat dalam benak dan yang ada hanya tulisan polos yang diberi backgroud beberapa orang yang berbeda sedang bergandengan tangan. Memang benar dan nyata bahwa memasuki wilayah serta kondisi baru tentu semua akan tampak baru. Di sinilah awal memulai cerita saya ketika kuliah dan hidup berasrama.

Tidak pernah terlintas dalam benak bahwa saya akan kuliah di kampus “Katolik” kala itu. Namun yang pasti ialah saya harus kuliah. Itulah niat yang tertanam dalam hati. Ketika mendengar hasil tes masuk PPGT dan yang lulus untuk wilayah Kabupaten Lembata hanya 6 (enam) orang termasuk saya. Kebetulan waktu itu selain ada nama dan asal sekolah juga tertera kolom penempatan Universitas untuk setiap siswa yang lolos tes/seleksi dan saya ditempatkan di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta. Ketika itu tidak tahu USD itu seperti apa namun yang pasti ialah salah satu kampus di Yogyakarta. Mungkin latar belakang pendidikan SMP dan SMA berbasis Islam sehingga tidak tampak, tapi menurut cerita teman-teman yang berasal dari daerah lain, bahwa USD termasuk salah satu kampus yang terkenal di Jogja dan sempat mencari di internet bahwa tampak beberapa gambar mahasiswanya mengenakan pakaian suster. Itulah sepengetahuan saya pertama tentang USD.

Singkat cerita, jadwal keberangkatan pun tiba dan saya harus berpamitan dengan orangtua serta keluarga untuk pergi kuliah. Sebelum berangkat kami dibekali salah satu nomor telepon yang bisa dihubungi dari pihak kampus. Ketika itu selalu diarahkan oleh pihak pemda bahwa jika tiba di Jogja silahkan menghubungi nomor tersebut sehingga bisa diarahkan untuk mengurus administrasi dan lain sebagainya terkait dengan kelengkapan kampus. Ternyata nomor tersebut adalah nomor HP milik Pak Puji Purnomo selaku koordinator PPGT USD Yogyakarta. Sekitar tanggal 16 November 2013 kami diantar menuju asrama oleh beberapa kakak yang sudah berada di Jogja. Setelah tiba di kampus kami mencoba menghubungi nomor tersebut dan memberitahukan bahwa kami semua sudah berada di kampus. Dari pihak kampus juga merespon dengan positif bahwa kami diminta menunggu beberapa saat akan ada yang menjemput. Kebetulan saat itu dari beberapa daerah sudah berdatangan kurang lebih satu minggu sebelumnya. Sambil menunggu, saya melihat ke sekitaran namun tidak menemukan satupun perempuan yang mengenakan jilbab. Namun saya tidak pernah berpikir yang aneh-aneh tetapi  dalam hati kecil saya sudah bertanya-tanya, “Apakah ini benar kampus yang saya tuju?” Selang beberapa menit menunggu munculah pihak pengelola dari pintu gerbang wisma dan kamipun saling bersalaman. Ternyata sosok bapak tersebut adalah Pak Sugiarto yang sekarang bekerja di sekretariat PGSD. Tanpa memperpanjang kata, kakak dari salah satu teman yang juga lolos dalam seleksi PPGT langsung menyampaikan maksud bahwa kami dari utusan Kabupaten Lembata dengan jumlah tiga orang. Saya (Sumardan), Dewi dan juga Rasyid, sementara satu teman yang juga ditempatkan di USD belum datang dan dua diantaranya ditempatkan di Padang dan Makassar.

Pihak pengelola juga langsung mengajak untuk menuju kampus. Waktu itu kami berada di ruang dosen lantai satu, kalau tidak salah. Ketika masuk ke dalam ruangan saya langsung berpapasan dengan salah satu salib yang di pajang di dinding dekat plafon. Dalam hati semakin bertanya-tanya, “jangan-jangan saya salah masuk kampus”. Kemudian saya berbisik ke telinga Rasyid “ini kampus Katolik”. Ah,,sudahlah kita lihat saja dulu, ungkap Rasyid sambil berbalik dan membisikkan ke telinga saya. Setelah masuk, kami dipersilahkan untuk duduk, kemudian sambil bertanya terkait dengan asrama yang katanya semua mahasiswa PPGT wajib berasrama. Saat itu juga pihak pengelola langsung menjelaskan bahwa di USD ada satu asrama yang ditempati oleh mahasiswa PPGT. Berhubung asramanya sudah penuh, maka untuk angkatan ke tiga yang putri ditempatkan di wisma Mrican dekat kampus dan putranya masih bisa menempati asrama Paingan. Setelah selesai mendengar arahan tersebut, kami langsung bergegas menuju wisma lagi dan siap untuk berangkat ke asrama Paingan. Namun wajah yang awalnya gembira dan penuh semangat untuk kuliah secara spontan memudar. Bola mata sudah berkaca-kaca seakan ada sesuatu yang mengganjal dan ingin diselesaikan. Melihat situasi tersebut, secara tidak sadar teman-teman yang berasal dari daerah lain secara spontanitas memberikan semangat bahwa “nanti ada juga yang muslim kok”. Mendengar ucapan tersebut, secara tidak sadar memberikan semangat tersendiri bagi Dewi ditambah lagi dengan motivasi dari sang kakak. Situasi terasa hening seketika seolah-olah ada yang membisikkan sesuatu. Namun apapun yang terjadi ini merupakan sesuatu yang harus dijalankan. Kamipun bergegas menuju asrama Paingan. Tampak ada butiran air seperti embun pagi yang membasahi pipi Dewi.

Waktu sudah menunjukan pukul 16.30 ketika melihat jam yang ada di layar hp. Tak lama kemudian pak sopir memberhentikan mobilnya bertanda kami sudah sampai di asrama Paingan. Melihat dari dalam mobil tampak banyak sekali orang yang lalu lalang dan sibuk dengan aktifitasnya masing-masing. Ketika membuka pintu mobil dan keluar, langsung berpapasan lagi dengan salib yang ukurannya lebih besar dari yang dijumpai pertama di kampus. Dalam hati semakin meyakinkan saya bahwa “saya salah masuk kampus”. Namun tidak lama kemudian munculah sosok yang mengenakan baju kemeja dengan warnah merah maron yang bermotif batik tapi agak gelap dengan jenggot yang cukup tebal serta rambut yang cukup panjang. Hati seakan tampak redah ketika melihat sosok tersebut. Bukan baju dan rambut yang membuat tenang tapi jenggotnyalah yang menenangkan hati dan pikiran. Mengapa demikian? Karena umumnya tampak orang Islam ialah berjenggot menurut pemahaman saya kala itu. Seperti biasa sebagai orang baru pasti banyak yang penasaran dan ingin berkenalan. Saat itu juga datanglah sosok berbadan besar dan kekar langsung bersalaman seakan-akan sudah pernah bertemu sebelumnya. Kakak Sira namanya. Setelah berkenalan ternyata kakak Sira berasal dari Kabupaten Alor, Baranusa yang pulaunya berdekatan dengan pulau Lembata. Saat itu juga hati semakin ditenangkan. Sambil bercerita saya langsung memotong pembicaraan dan bertanya “kakak, apakah yang berjenggot itu muslim? Secara spontanitas kakak Sira lalu tertawa terbahak-bahak. Saya bingung sendiri, dan bertanya-tanya dalam hati? “kok kenapa dia ketawa? Apakah pertanyaan saya salah? Ataukah ada yang lucu?”. Tensi tertawanyapun semakin turun sambil berkata “bukan ade, dia Katolik”. Tanpa sadar saya pun merasa kaget dan mengerutkan dahi sambil mengangkat sedikit muka menatap ke arah kakak Sira seolah-olah tidak percaya. “Ya.. sudahlah tidak usah dipikirkan”, kata saya dalam hati.

Pikiran sudah melayang-layang dan masih tidak percaya dan belum menerima seutuhnya untuk ditempatkan di USD. Ketika diantarkan ke kamar masing-masing, saya sudah tidak menerima dan ingin keluar dari asrama. Apalagi ditempatkan satu kamar dengan teman yang beragama Katolik. Muncul bermacam-macam persoalan yang menghantui benak saya. “Bagaimana dengan ibadah (sholat) saya, bagaimana dengan makan dan minum setiap hari”. Sudah mulai berpikir yang macam-macam yang semuanya adalah penyesalan terlanjur masuk ke USD. Namun saat itu juga ada acara welcome party untuk penyambutan mahasiswa baru sehingga bisa menghibur. Sambil menunggu acara dimulai, peserta sudah mulai memenuhi hall timur asrama Student Residence. Saat itu juga tampak ada yang berkerudung. Dalam hati bertanya lagi “memangnya ini kampus apa?, di depan ada salib tapi di dalam ada yang berkerudung?”. Kataku lagi dalam hati “Ya.. sudahlah tidak usah dipikirkan”. Setelah selesai acara kebetulan disediakan makan malam bersama. Sambil makan kakak Sira membisikkan di telinga, ”yang agak kurus, hidung mancung dan putih itu dia muslim. Dia dari Aceh”, sambil menunjuk ke arah Bunaiya. Kami pun berkenalan. Setelah itu dia mengalihkan perkenalan ke salah satu kakak yang juga duduk di samping kanan. “yang di samping itu namanya Fullan, dia juga muslim”. Saya langsung berpikir bahwa posisi aman, tapi masih agak sedikit ragu.

Setelah selesai acara, saya mendekati kak Bunaiya dan mengajaknya bercerita tentang kondisi asrama yang dijalani selama ini untuk bisa menenangkan pikiran ketika tidur malam nanti. Kak Bunaiya sedikit mengkronologikan proses pertama kali datang ke asrama. Kurang lebih mempunyai persepsi yang tidak berbeda jauh dengan saya. Tetapi satu hal yang membuat saya merasa sedikit tenang yaitu ketika saya melontarkan pertanyaan bahwa “bagaimana dengan sholat kita?”. Secara spontan kak Bunaiya juga menjawab sambil tersenyum bahwa untuk ibadah (sholat) Insya Allah aman. Dalam artian bisa ijin keluar (ke Masjid) jika ingin sholat di Masjid.

Ketika tidur malam, saya sedikit merenungi bahwa “kakak-kakak yang dari Aceh saja bisa kenapa saya tidak?”. Seperti yang kita ketahui bahwa Aceh mempunyai julukan yaitu “Serambi Mekah”, yang mana konsep tentang Islam sangat kuat. Saat itu juga semakin menenangkan pikiran saya dan saya bisa beraktifitas seperti biasanya. Pergi ke Masjid bersama dan melakukan aktifitas lainnya.

Suatu hari kami diajak untuk mengikuti pengajian. Kami pun menyanggupi ajakan tersebut. Seperti biasa ketika ada pengajian kami selalu mengenakan sarung serta baju sholat pada umumnya. Ketika melihat kami mengenakan pakaian tersebut, kak Bunaiya agak tersenyum seolah-olah ada yang lucu, sambil mengatakan bahwa “tidak usah pakai sarung, pakai celana saja”. Serentak kami menjawab, “owhh,,begitu ya?” Maklum tradisi kampung memang harus seperti itu. Sebab menurut orangtua kalau tidak mengenakan sarung dan baju sholat ketika pengajian, katanya tidak sopan. Kami pun berangkat menuju Masjid untuk mengikuti pengajian. Dan di sanalah saya mengenal Forum Keluarga Muslim (FKM). FKM merupakan salah komunitas Muslim yang ada di kampus USD. Saat itu juga semakin menenangkan pikiran saya bahwa saya semakin diberi kesempatan untuk belajar dan berdinamika bersama teman-teman muslim hingga saat ini.

Ditambah lagi dengan salah satu kebijakan asrama yang bisa memberikan konsep toleransi yaitu menempatkan anggota kamar harus berbeda daerah, suku dan agama. Saat itu dinamika antara satu dengan yang lain semakin akrab. Kadang-kadang ketika teman-teman yang bukan muslim mendengar adzan, mereka selalu mengingatkan untuk sholat. Begitu juga sebaliknya pada hari minggu, sebagai candaan saya mengatakan bahwa “kamu tidak ke gereja? Sudah jam segini lho”. Bukan hanya itu saja tetapi asrama Student Residence juga selalu memperingati hari besar keagamaan untuk setiap agama.  Di samping itu juga Campus Ministry sebagai partnernya komunitas-komunitas yang ada di USD selalu mengadakan diskusi, kunjungan serta berbagai aktifitas yang memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk mengenal satu sama lain dalam lintas agama yang dibingkai dalam kegiatan Angkringan Lintas Iman. Semuanya itu untuk menghadirkan konsep toleransi antar sesama. Ada pun kunjungan dari beberapa kampus yang ingin mengenal USD, seperti IAIN Surakarta, serta tidak kalah penting tokoh-tokoh Islam seperti Bapak Syafi’i Maarif (mantan Ketua PP Muhamadiyah).

Ketika saya melewati itu semua, mural yang terpampang dengan tulisan “berbeda memberi warna” tidak lagi menjadi tulisan kosong tetapi mempunyai makna yang mendalam. Sebagai akhir dari tulisan ini, saya ingin mengatakan bahwa USD melihat keberagaman tidak dari sisi kuantitasnya tetapi dari sisi keberadaannya. Mungkin ketika dilihat secara sepintas USD adalah kampus Katolik, tetapi ditelusuri lebih dalam adalah kampus toleransi. Mari belajar toleransi dari USD agar kenyamanan dalam menjalani hidup bersama bisa kita raih. Jadikan keberagamaan sebagai sesuatu yang unik yang bisa memberikan nuansa baru agar kita bisa mengenal satu sama lain. Dengan demikian perpecahan, permusuhan akan bisa dihindari. Terima kasih, semoga tulisan sederhana ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

img_7328

Oleh: Sumardan M. Orowala, Mahasiswa PPGT_PGSD Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, angkatan 2013

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *