Talkshow SALT 2015: Iman dan Perjuangan HAM

Secara mendadak suasana Ruang Kegiatan Campus Ministry Universitas Sanata Dharma menjadi hening dan lebih sedikit melankolis saat sosok Gardika Gigih Pradipta memainkan denting nada-nadanya. Lantunan lagu yang berjudul Hujan dan Pertemuan membawa semua peserta Talkshow SALT 2015 terpaku pada sosok pemuda 25 tahun itu.

Sabtu, 5 Desember 2015, Campus Ministry USD mengundang sosok komponis muda berbakat Yogyakarta itu untuk hadir dalam kegiatan Talkshow SALT (Students’Action for Life and Trust) dan bercerita tentang bagaimana musik, sesuatu yang ia imani, dapat mengubah hidup seseorang.  Sosok pria lulusan Institut Seni Indonesia dan Program Pasca Sarjana UGM ini mengutarakan bahwa musik bagi dirinya dapat menghadirkan sebuah dimensi yang sangat khusus, sebuah dimensi yang lain pada dirinya. “Musik mampu menghadirkan sebuah dimensi yang bisa membuatku mendengar dan merasakan sesuatu. Sebuah dimensi yang disebut dimensi rasa,” begitu ungkapnya.

Pria penyuka hujan ini bercerita bahwa sebuah karya seni yang hebat adalah karya yang bisa membuat seorang berefleksi dan membuat semakin halus dalam rasa. Hal ini lah yang membuatnya semakin jatuh cinta pada musik, “musik punya sebuah konsepsi sendiri yang tak bisa diungkapkan dengan pasti. Sebuah konsepsi abstrak yang mampu mengubah pribadi yang ada pada diri seseorang.”

Pak Haryanto seorang guru Sekolah Dasar Pangudi Luhur Kalirejo yang juga turut hadir dalam talkshow dengan teman Iman dan Perjuangan Hak Asasi Manusia itu juga sependapat dengan yang diungkapkan oleh Gardika Gigih.

Pak Haryanto bercerita tentang latar belakang pendirian sekolah SD PL Kalirejo setelah dilepas oleh pihak yayasan pada tahun 1998 yang kemudian dikelola secara swadaya oleh umat di daerah sekitar itu. Sembari mengenang segenap proses yang telah dijalankan selama bertahun-tahun, Pak Haryanto bercerita bahwa untuk membiayai segenap kegiatan pembelajaran di SD PL Kalirejo, beliau dan guru-guru lainnya di sana melakukan proyek rintisan dengan berbagai macam kegiatan bertani.

Bagi Pak Haryanto, sekolah adalah rumah kedua bagi siswa-siswanya, tempat dimana mereka belajar tentang kehidupan dan pekerjaan harian. Oleh karena itulah, di sekolah ini kegiatan belajarnya selalu diisi berbagai macam kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. “Sekolah tidak semata-mata selalu tentang kepala, tetapi harus mencakup seluruh hati, pikiran, dan juga perasaan,” begitu imbuhnya.

Muatan pendidikan sekarang ini dari kacamata guru kelas V itu dinilai terlalu membebani siswa dalam segi pengetahuan saja. Maka dari itu, dalam setiap memberikan pelajaran ke siswa-siswanya, Pak Haryanto, selalu berupaya untuk memberikan pendidikan yang memberi contoh. Pendidikan yang dapat membangun kepedulian yang mendalam pada alam sekitar.

Begitulah cara Pak Haryanto menghidupi iman yang ia percaya dan yakini. “Bahwa iman itu perwujudan komunikasi pribadi dengan segenap penghuni alam di sekitar diri pribadi. Komunikasi yang bisa diartikan sebagai sebuah pengakuan adannya sesuatu yang lain yang akan membuat segala sesuatu menjadi lebih hidup dan lebih baik lagi.”

Romo Yohanes Adrianto, S.J., menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Gardika Gigih dan Pak Haryanto ini adalah sebuah wujud nyata penghayatan iman dalam kehidupan. Bahwa apa yang dilakukan oleh Pak Haryanto dengan tetap memberikan pendidikan yang layak bagi siswa-siswa di SD PL Kalirejo adalah sebuah upaya nyata penegakkan Hak Asasi Manusia. Sebuah upaya dengan derajat paling tinggi dalam mengimani sesuatu. “Sebagai manusia beriman, tidaklah cukup hanya berhenti pada menghayati iman, tetapi harus menghidupi iman dalam berbagai macam tindakan nyata,” Romo Adri menggarisbawahi.

IMG_8871

(~C.A)

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *