Tahun ini SALT (Students’ Action for Life and Trust) sebuah acara tahunan dari Campus Ministry Universitas Sanata Dharma dalam memperingati Hari Hak Asasi Manusia Internasional menginjak usia keenamnya. Dari tahun ke tahun SALT selalu berusaha menyuguhkan aksi-aksi untuk kemanusiaan. Tahun ini dengan mengusung tema Iman dan Keadian Sosial, SALT menghelat dua acara; diskusi dan pemutaran film dokumenter serta lomba menulis esai.
Bertempat di Ruang Kegiatan Campus Ministry Kampus III Paingan, siang menuju sore itu kegiatan diskusi dan pemutaran film dokumenter dimulai. Ada dua film dokumenter yang diputar tepat di hari peringatan Hak Asasi Manusia itu, pertama adalah fim berjudul Jogja Dalam Diam. Film ini merupakan produksi dari teman-teman Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) yang banyak bercerita tentang pembubaran pelbagai macam kegiatan diskusi dan nonton film yang terjadi di Jogja dewasa ini. Ade Sabda Galah, sutradara film ini, menjelaskan tujuan dari pembuatan film ini adalah untuk membangun solidaritas di kalangan mahasiswa untuk secara pro-aktif menyikapi kasus-kasus intoleransi di Jogja.
“Kampus seharusnya menjadi tempat yang bebas untuk membangun pelbagai forum diskusi”, tegas Mas Ade. Pembuatan film ini adalah buah bentuk perlawanan yang dilakukan mahasiswa karena tindak intoleran hanya bisa dilawan dengan pelbagai macam kegiatan yang sifatnya konstruktif.
Epri Wahyudi pemantik diskusi dari LBH Jogja menuturkan bahwa di Jogja, bukan hanya kegiatan keagamaan, diskusi, maupun nonton film saja yang pernah mendapat ancaman pembubaran melainkan juga sudah merembet ke teman-teman jurnalis juga. “Dan sudah merupakan tugas kami (LBH Jogja) untuk selalu bisa menyamakan persepsi antara korban dan aparat penegak hukum”, tambahnya. Hal ini penting dilakukan agar permasalahan intoleransi ini tidak menjadi masalah horizontal yang dapat memecah belah masyarakat.
Film kedua yang diputar adalah film produksi WatchdoC Documentary berjudul Jakarta Unfair. Film ini diputar di dua tempat berbeda, Sabtu 10 Desember kemarin. Selain di acara SALT, film ini juga diputar di FFD (Festival Film Dokumenter) yang mengambil tempat di Taman Budaya Yogyakarta.
Keadilan Partisipatif
Romo Bambang Irawan, SJ, yang hadir dan juga turut menyaksikkan film Jakarta Unfair bertutur, “Untuk bisa melihat keadilan, kita perlu melihatnya dengan dua mata”. “Dalam kacamata saya, dua film tadi adalah sebuah gambaran perebutan ruang”, tambah Romo Bambang. Perkara perebutan ruang inilah yang banyak menimbulkan ketidakadilan yang bisa menjadi pemicu munnculnya tindak intoleransi.
Disinggung mengenai posisi iman terhadap keadilan sosial, Romo Bambang menjelaskan bahwa kita harus mengerti dulu tentang konsep keadilan. “Keadilan yang sering kita dengar ini masih abu-abu”, imbuhnya. Menurut Romo Bambang, konsep keadilan yang ideal adalah keadilan yang dilihat dengan ‘dua mata’, keadilan yang partisipatif.
Iman sendiri juga harus dapat melihat dengan dua mata, secara horizontal dan vertikal, sehingga akan terdapat titik temu yang pas antara iman dan keadilan sosial. Jika iman kita sebagai manusia sudah bisa melakukannya, maka kita akan sadar bahwa letak iman yang sesungguhnya ada pada tindakan nyata dalam upaya kita membela keadilan.
Cahyok, 12 December 2016