60 Th Sanata Dharma: (Masih Belajar) Menjadi Cerdas dan Humanis (Humoris)

Menginjakkan kaki di kampus ini bukan menjadi impian saya. Bahkan, nama kampus ini pun baru saya dengar saat baru mendaftar. Saya buta tentang kampus ini. Yang saya tahu hanyalah saya ingin kuliah di jurusan yang saya minati. Berhubung di tahun 2008 saya sudah terlanjur terjun di lubang keterpaksaan, di tahun 2009 pun saya mengadu nasib dan terdampar di lapangan Realino dan mengikuti rangkaian inisiasi yang mengejutkan saya.

Rangkaian kegiatan inisiasi di kampus ini sungguh amat berbeda dengan kampus yang saya temui sebelumya. Saya tidak merasakan beban apapun mengikuti kegiatan 3 hari ini. Terlebih lagi ada kembang api di puncak acaranya. Panggung di tengah lapangan bola, 1000 lebih manusia berjoged ria mengikuti irama jinglenya, dan penyelaan lilin yang membuat rasa haru, saya baru rasakan di sini. Lalu, saya membandingkan dengan kampus pertama saya yang kegiatan orientasinya yah begitu-begitu saja, tidak ada kembang api, tapi yang ada saya jadi anggota F4. Selama 3 hari inisiasi itu saya bertemu dengan teman lintas jurusan bahkan fakultas, sedangkan di kampus sebelumnya saya hanya bertemu teman lintas jurusan di saat-saat tertentu, teman lintas fakultas pun hanya 1 kali. Perbedaan yang cukup mencolok, tapi saya tidak mau ambil pusing. Buat saya yang terpenting saat awal kuliah adalah menyelesaikan kuliah lintas universitas ini.

Seiring berjalannya waktu, saya pun merasa saya lebih diterima di kampus ini. Saya lebih bebas mengutarakan pendapat, bebas berekspresi dan saya menemukan arti keluarga. Keluarga yang menerima kamu apa adanya, tanpa melihat latar belakangmu, warna kulitmu, dan asalmu darimana.

Di sini, saya belajar untuk memanusiakan manusia muda seperti ajaran Rm. Drijarkara, sang pendiri perguruan tinggi ini. Saya rasa konsep ‘memanusiakan manusia’ ini saya temukan saat saya baru daftar di kampus ini. Dengan tangan terbuka, sapaan manis dan senyuman, para punggawa humas bersiap menyambut calon mahasiswa/I dan orang tua yang mendaftarkan anaknya. Baru daftar saja, saya sudah merasa diterima, bagaimana kalau sah jadi mahasiswanya? Saya tidak harus dihadapkan dengan keribetan jalur pendaftaran lewat jaringan internet, saya benar-benar dilayani di sini.

Proses pendidikan di sini benar-benar menghantam jiwa saya. Konsep cerdas dan humanis itu benar adanya. Proses pendidikan manusia muda yang tidak tahu apa-apa menjadi manusia yang lebih menghargai sesama manusia dan lebih berbudaya, itu yang saya dapatkan di sini.

5 tahun di sini, saya mengenal INSADHA, JAKSA (Jalinan Akrab Sastra), SLP (Service Learning Program), Peer Partners, Potluck, Campus Ministry, SALT (Student’s Action for Life and Trust), WR IV dan segala keceriannya, belum lagi bakso Dab Supri, dan beringin Soekarno. Perpustakaan yang menjadi tempat tongkrongan favorit mengerjakan skripsi, hall kampus, taman sastra, dan ruangan kuliah yang menjadi saksi perdebatan mahasiswa mengatur acara kampus, semua itu jadi saksi biksu perjalanan saya dan beribu alumni kampus ini.

Selepas saya dari kampus ini pun, saya masih belajar untuk memanusiakan manusia, masih belajar untuk menjadi pribadi yang cerdas dan humanis untuk sesama dan alam sekitar saya. Proses di kampus ini belum selesai. Saatnya saya dan kawan-kawan alumni yang melanjutkan dan menyebarkan ‘memanusiakan manusia, cerdas dan humanis’.

Kampus ini namanya Sanata Dharma. Gedungnya ada di Mrican, Kotabaru, Jakal, Paingan. Ada lapangan bola Realino yang jadi tempat favorit saya untuk olahraga. Tidak terasa 60 tahun sudah Sanata Dharma berdiri di tanah Jogja. Selama 60 tahun itu Sanata Dharma telah menelurkan jiwa-jiwa cerdas dan humanis yang tersebar dimana-mana. Kini, 60 tahun dan akhirnya auditorium berdiri juga. Tidak akan ada lagi acara wisuda di lapangan bola, yang akan tetap selalu ada ialah pemberkatan nikah alumni kampus di kapel St. Robertus Bellarmus.

Selama manusia masih ada, saya berharap Sanata Dharma tetap berdiri dan menjadi lembaga pendidikan yang cerdas dan humanis. Sebenarnya cerdas dan humanis tidak cukup untuk kampus ini. Perlu ditambahkan satu kata lagi: HUMORIS. Sanata dharma itu CERDAS, HUMANIS, HUMORIS. Dari karyawan, pegawai, dosen, bahkan penjaja makanan di kantin pun berjiwa humoris. Mahasiswa dan alumni yang saya kenal pun mempunyai jiwa humoris. Saya menemukan itu di Sanata Dharma. Sanata Dharma tetaplah mempertahankan keunggulan manusianya. Saya berharap saat saya berkunjung ke kampus ini, ada bangunan musholla berdiri berdampingan dengan kapelnya.

Selamat ulang tahun Sanata Dharma!

Non scolae, sed vitae studemus: We do not learn for school, but for life.

(Christiani Dwi Putri M, S.S)

[share title=”Share this Post” facebook=”true” twitter=”true” google_plus=”true”]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *